Kamis, 21 Juli 2016

Jejak di Kaki Langit

Ini adalah hari lain lagi dimana langit berganti, dimana matahari seakan tenggelam, dan kegelapan malam datang. Aku bisa membayangkan merah membara cahaya surya pada detik-detik hilangnya dia, menjadi simbol berakhirnya aktivitas manusia, saatnya untuk kembali dan istirahat.

Setiap hari kehidupan manusia berjalan secara statis. Menuruti apa yang disebut oleh orang-orang sebagai rutinitas.
entah itu secara literal, atau iliteral...
rutinitas manusia hampir setiap hari seakan berwujud sebuah sandiwara, kebohongan-kebohongan agar dirinya diterima, manipulai-manipulasi untuk menghimpun kekuatan, fitnah-fitnah untuk memojokan.

Ah, betapa dunia ideal yang penuh dengan persatuan itu terasa jauh di mataku.
Semakin h ari, aku semakin ragu apa manusia bisa berdiri di tahap selanjutnya
menjejaki evolusi selanjutnya dari kehidupan, dimana mereka sadar bahwa mereka hanya bagian dari alam semesta.
Bukan mencecokan diri soal tuhan siapa yang paling kuat, ideologi apa yang paling benar, spesies apa yang paling kuat

Haaah, kalau seperti ini, perang hanya tinggal menunggu waktu.

Manusia dengan akal mereka yang sudah di ujung tembok,
apabila mereka akan menghancurkan diri mereka masing-masing, biarkan saja.
Toh itu kaidah seleksi alam yang sebenarnya...

Sekali lagi, hari telah berakhir
satu lagi jejak di kaki langit telah kita langkahi
sampai mana batas langkah ini akan membawa kita?