Senin, 29 Februari 2016

Kereta di Tengah Hutan

Apabila kau merasa bosan

Coba pergi ke hutan belakang sekolah

Masuklah dari arah mana saja

Jalanlah lurus, tidak boleh berbelok

Kemudian, mulai dari langkah memasuki hutan, hitung hingga langkah ke seratus lima puluh

Ketika sudah langkah ke seratus lima puluh, teriakan jalur jurusan suatu kereta

Teriakan dengan lantang dan keras, selama tiga kali

Setelah itu, kau akan melihat sebuah gerbong kereta di tengah hutan. Kereta tanpa rel, kereta tanpa stasiun.


Itu adalah penggalan puisi yang amat terkenal di kampung halamanku, Mitos tentang kereta berhantu, atau kereta misterius yang hanya muncul bila dilakukan semacam ritual.
Ada banyak versi cerita yang kadang melengkapinya, terkadang, seseorang temanku bercerita bahwa kereta tersebut akan membawamu ke alam lain, atau versi bahwa kereta tersebut dihuni oleh monster kelaparan yang akan melahapmu begitu ia melihat.

Nyatanya, cerita ini tidak hanya terkenal di kalangan anak-anak, orang-orang dewasa pun ternyata sudah mengenal cerita tersebut sejak mereka kecil

Seperti layaknya, sebuah warisan budaya, tidak ada orang lama di pulau ini yang tidak mengenal kisah tersebut, Kereta Misterius di Tengah Hutan.

Aku, adalah seorang anak yang ingin tahu.

Meskipun pendiam, mataku suka melirik ke segala arah

Menerka-nerka asal-usul suatu barang.

Sebagai anak yang juga tumbuh dalam lingkungan pulau tersebut, aku sudah kenyang dengan puisi yang terus diceritakan orang-orang.
Beberapa mengatakannya hantu kereta peninggalan penjajah, beberapa lagi mengatakan penampakan roh halus.

Hari demi hari, aku semakin penasaran.


Hingga akhirnya tiba suatu hari... Hari yang buruk, sebenarnya.

Umurku 13 tahun, dan aku dimarahi ayahku oleh suatu alasan.
Ia mengataiku pelamun yang tidak pernah bergerak, kerjanya hanya diam di depan halaman, anak yang tidak berguna.

Itu kata-kata yang cukup sakit bagiku.

Hari itu, matahari tanpa ampun bercahaya.
Sinarnya menusuk-nusuk kulit tanpa ampun.

Aku yang marah terhadap ayahku minggat

Pergi ke hutan yang diceritakan.



Aneh juga...

Langit bersinar bak lampu neon dihadapkan pada kaca pembesar

Tapi kenapa hutan itu sangat rindang?

Seakan hutan itu hidup, seakan hutan itu bernafas. Sebuah hembusan nafas yang sejuk dan dipenuhi bau daun...


150 langkah....

Teriakan dengan lantang...

...

...

...


Sekilas, suara itu tredengar samar,
Kemudian terdengar lagi, dan lagi

hingga kemudian...


JESS... JESS... JESS...


Sebuah suara akrab yang kudengar dari sebuah kereta, suara rodanya yang berdecit ketika mengarungi rel, suara aneh yang terdengar seperti uap yang keluar dari pembuangan.

Dan tiba-tiba di hadapanku, Kereta itu berhenti.



Minggu, 28 Februari 2016

Tumbuh

Hidup menjadi lucu ketika kau mulai tumbuh dewasa

Ketika aku melihat masa lalu, aku bisa melihat sesosok anak penurut

Yakin bahwa semua yang kudengar adalah absolut

Yakin bahwa orang-orang yang tidak sependapat denganku akan menderita di neraka

Sementara aku akan pergi ke surga


Sedikit demi sedikit, anak kecil itupun mulai tumbuh

Dunia mengajarinya dengan cara yang menyakitkan

Dicerca, disingkirkan

Dianiaya dan dihina

Namun terkadang, dia masih merasakan kehangatan

Maupun rasa kebersamaan yang menyenangkan


Kini hidup telah membentukku

Aku melihat bagaimana dunia itu relatif

Tiada hitam dan putih

Manusia hidup dalam keabu-abuan


Selamat tinggal bocah naif

Halo pemuda yang kritis

Itu yang ingin kukatakan pada diriku saat ini.

Senin, 22 Februari 2016

Penyesalan

Aku menjalani hidupku, berjalan mengarungi waktu, belajar makna hidup, tetapi apakah yang kupelajari?

Apakah karena semua relatif, sehingga hal-hal datang dan pergi?

Ataukah kesalahanku sehingga situasi terganti?

Halo, Pujangga di hati

Masihkah engkau berkeluh diri?

***

Seutas tali tipis, diikat dengan tali tambang, dan kemudian diikat ke rantai.

Itulah yang aku lihat saat ini. Hidupku ini.

Terkadang aku penasaran, dimana diriku 5 tahun lalu?

Sesosok anak polos yang tidak memikirkan dunia, tidak memikirkan lingkungan

Kemana temanku yang erat persahabatannya itu?

Kemana aku?

***

Aku tidak menyalahkan diriku 3 tahun lalu

Diriku yang dipisahkan dari dunia imaji

Rasanya sakit bagaikan dipisahkan dari seorang kekasih

3 tahun itu, adalah hidup yang berat

Aku tahu orang-orang itu memandangku sebelah mata

Akan tetapi yang paling sakit

Mengapa sang Pujangga tak bergema lagi?

***

Kini masa-masa itu telah selesai

Kini datang tahun-tahun baru

Apa yang akan terjadi di masa depan?

Aku tidak tahu.

Aku takut.

***

Oh, masa lalu.

Entah itu 5 tahun

Entah itu 3 tahun yang lalu...

Mengapa aku merindukanmu?

Inikah yang namanya penyesalan?

***

Oh, Pujangga hati,

Bergemalah sekali lagi

Kurindukan melodimu

Yang menggugah hatiku dulu sekali

***

Bisikan padaku,

Apabila ini penyesalan.

Tunjukan padaku

DImanakah jalan keluar.