Manusia tidak ingin mati, mereka selalu mencari cara untuk menjadi abadi. Kaisar-kaisar dari Cina mengutus tabib-tabibnya untuk mencari obat keabadian, memerintahkan pasukannya untuk mengembara kilometer jauhnya, mengutus kapal-kapalnya untuk berlayar ke ujung dunia. Semua untuk memastikan agar ia masih bisa merasakan nikmatnya hidup, merasakan nikmatnya memerintah, serta berbagai alasan baik yang terhormat maupun yang terhina.
Manusia takut akan kematian, mereka takut pada apa yang tidak mereka ketahui. Apa yang akan mereka rasakan pada kematian? Sakitkah? Panaskah? Dinginkah? Apakah kematian adalah akhir penuh damai? Ataukah mereka akan terjebak dalam kegelapan selamanya, tenggelam dalam kecemasan, kesepian, dan kebosanan.
Manusiapun berpikir, karena sebenarnya seperti itulah manusia. Pertama mereka meyakinkan diri mereka, bahwa ada sesuatu yang lain setelah hidup mereka berakhir. Bahwa dari setiap akhir, ada permulaan yang baru. cosmos dan chaos, manusia mulai meyakinkan diri mereka bahwa kematian tidak dapat mereka hindari, maka mereka mulai berteman dengannya.
Manusia kembali berpikir, "Sungguh hinalah apa yang dilakukan orang tersebut. Apakah ada pengadilan yang akan menghakiminya suatu hari nanti? pengadilan apa yang begitu adil hingga ia dapat mempertimbangkan kebaikan dan keburukan seseorang?" Maka terciptalah surga dan neraka. Mereka yang baik akan dihadiahi kebahagiaan kekal, dan mereka yang jahat, hukuman abadi.
Manusia ingin masuk surga, mereka ingin meraih hadiah itu setinggi-tingginya, namun andai semua itu dilakukan secara benar, pastinya akan tercipta surga di Bumi.
Pada akhirnya mereka capai. Berlomba mengejar surga tidak menciptakan surga, neraka seakan sudah jadi situasi utama yang mereka jalani tiap hari.
Pada akhirnya mereka kembali berteman dengan kematian.
"Toh kehidupan ini hanya sekali." kata mereka.
Setetes Air Mata di Padang Gersang
Sabtu, 18 April 2020
Senin, 19 Maret 2018
Mengenang Hawking: Menakklukan Penyakit, dan Semesta
sumber: hawking.org.uk |
“Anda mengatakan
bahwa ada alam semesta pararel dengan jumlah tidak terbatas, apakah itu berarti
ada semesta dimana saya lebih pintar dari anda?”
“Ya... dan
semesta dimana kamu bisa melawak.”
-wawancara
Stephen pada Last Week Tonight
Kematian fisikawan besar ini mengejutkan banyak orang,
tidak terkecuali saya sendiri. Bagi saya, Hawking adalah sedikit dari ilmuwan
yang saya ketahui berkat sosoknya yang selalu muncul di kultur-kultur populer.
Dirinya pernah menjadi cameo di
berbagai film, dan bahkan teori-teori yang dia tekuni juga menjadi bahan bakar
untuk cerita-cerita fiksi-ilmiah terbaik.
Sosok Hawking dengan kursi roda dan synthesizer untuk berbicara, tidak akan membuat orang melupakannya,
akan tetapi apa yang lebih berharga, muncul dari otak fisikawan yang secara
fisiknya dipandang sebelah mata tersebut.
Menembus batasan
fisik
Apa yang diderita Stephen Hawking adalah penyakit yang
menyerang neuron yang mengendalikan otot lurik sebagai fungsi pergerakan.
Penyakit dengan nama singkat ALS (amyotrophic
lateral scierosis) membuat Stephen tidak bisa menggerakan badannya, dan
sedikit-demi sedikit, kemampuan berbicaranya juga ikut lumpuh.
Stephen yang saat itu berumur 21 didiagnosis hanya
memiliki 2 tahun masa hidup, tidak putus asa dan tetap melanjutkan aktivitasnya
seperti biasa. Ia berpikir bahwa dirinya yang nomor satu adalah ilmuwan,
penulis teori populer nomor dua, dan yang lainnya kemudian.
Stephen memiliki kontribusi dalam menyalurkan bantuan
kepada orang-orang disabilitas seperti dirinya, ia mengumpulkan dana, menjadi
pembicara, dan menandatangani dukungan pemerintah untuk para disabilitas. Ia
menjadi model disabilitas yang tetap mandiri dan dapat berkarya sebaik manusia
sehat.
Kursi yang dimilikinya adalah hasil dari kolaborasinya
bersama Intel, dan suara AI buatannya didesain oleh CEO Word Plus.
Radiasi Hawking
Salah satu temuannya yang menggemparkan dunia, adalah
Radiasi Hawking. Radiasi yang muncul dari lubang hitam ini tidak pernah diperkirakan
oleh ilmuwan lainnya, karena gaya gravitasi lubang hitam dipercaya tidak dapat
dihindari oleh benda apapun, bahkan cahaya.
Uniknya, teori ini muncul dari pemecahan teori yang
sebelumnya dibuat oleh Hawking sendiri. Postulat yang ia susun sebelumnya,
dalam second law of black hole dynamics,
Stephen berpendapat bahwa lubang hitam akan menelan apapun, abadi, dan tidak
akan berubah. Akan tetapi postulat ini salah ketika Stephen bertemu dengan Yakov
Borisovish, dan Alexei Starobinsky. Mereka berpendapat bahwa lubang hitam yang
berputar seharusnya mengeluarkan partikel, sesuai prinsip ketidakjelasan
Heisenberg.
Setelah diteliti secara matematis, terbukti bahwa hukum
kedua dari law of black hole dynamics ini salah total. Pada tahun 1974, Stephen
mempresentasikan prediksi keberadaan partikel yang keluar dari lubang hitam.
Ini merupakan temuan baru, karena tidak pernah dikira sebelumnya ada informasi
yang dapat keluar dari lubang hitam.
Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lubang hitam
melepaskan energi dalam gerakan memutar. Suatu waktu energi ini akan habis, dan
lubang hitam akan hilang. Temuan ini mematahkan pendapat bahwa lubang hitam itu
abadi.
Temuan besar ini telah menghubungkan dua cabang fisika
modern, yaitu mekanika kuantum dan teori relativitas. Keduanya dinilai sama-sama
valid, akan tetapi penerapannya bertolak belakang satu sama lain.
Hawking tidak hanya memberikan tambahan pembelajaran yang
membahas lubang hitam, radiasi Hawking tersebut adalah jembatan yang mempu menghubungkan
kedua studi tersebut menjadi satu bentuk teori tunggal yang dapat menjelaskan
bagaimana alam semesta tercipta, atau yang disebut theory of everything.
Hawking dan
sentimennya terhadap dunia
Tidak hanya terpaku pada fisika semata, Hawking juga
banyak berkomentar pada kehidupan manusia. Salah satunya adalah bagaimana
pandangannya yang pesimis terhadap keberlangsungan hidup manusia di bumi. Ia
berpendapat bahwa aktivitas manusia sudah sangat melukai alam, dan jika manusia
tidak dapat melakukan aksi ekstrim dalam menjaga lingkungan, ia berpendapat
bahwa tidak ada seribu tahun umur manusia di bumi.
Solusi ekstrim yang diusulkan Stephen tersebut adalah
kolonialisasi manusia ke planet lain, Stephen berpikir bahwa planet Mars adalah
kesempatan terbaik manusia untuk bertahan hidup. Kata-kata Stephen membuat
media massa pada saat itu ramai dengan rumor bahwa NASA akan segera mengirim
manusia ke Mars untuk eksperimen lingkungan hidup.
Selain itu, Stephen juga memperingatkan perkembangan AI
yang menurutnya mampu melampaui manusia sebagai penciptanya. Ia berpendapat
bahwa bisa saja kecerdasan buatan yang semakin berkembang akan melampaui
kecerdasan manusia, dan terjadi skenario terburuk yang biasanya hanya terjadi
di cerita fiksi-ilmiah. Meskipun begitu, ia tidak menyangkal bahwa AI telah
membawa berbagai kemudahan dan kontribusi, terutama pada disabilitas sepertinya
yang dapat berbicara berkat bantuan komputer di kursi rodanya.
Dalam hidup personalnya pun, Stephen mengatakan misteri
yang paling sulit dipecahkan adalah hati perempuan. Dalam buku biografinya yang
berjudul Stephen Hawking: His Life and
Work juga menuliskan pemikiran pribadinya, akan cinta dan kehidupan.
Baginya ia dapat melewati hidup dan menjadi dirinya karena cinta dari orang
disekitarnya, dan dapat memaknai hidupnya.
***
Jumat, 10 November 2017
Before the Flood: Peringatan Sebelum Petaka Besar
Disutradai oleh Fisher Stevens, Before the Flood adalah
film dokumenter yang dibintangi oleh aktor oscar, Leonardo Dicaprio. Film ini
menceritakan perjalanan Leonardo mengelilingi dunia sebagai duta perdamaian PBB
untuk lingkungan hidup. Film yang dibuat akhir tahun 2016 ini mendapat
penghargaan Evening Standard British Film Awards, dan Hollywood Film Awards.
SINOPSIS
Leonardo membuka kisahnya tentang poster dari lukisan
yang ia lihat sejak kecil. Garden of Earthly Delight, oleh Hieronymus Bosch,
tahun 1515. Ia menceritakan kisah dalam lukisan tersebut, mulai dari penciptaan
Adam dan Hawa di taman eden, kesenangan duniawi, dan yang terakhir, adalah hari
penghakiman dimana petaka melanda umat manusia. Panel ketiga menunjukan gambar
yang gelap, kelam dan menakutkan. Cukup untuk membuat Leonardo kecil bergidik
ngeri.
Scene kemudian berpindah bertahun-tahun setelahnya,
saat-saat Leonardo resmi menjadi duta perdamaian oleh PBB pada 2014, tahun
dimana kemudian ia menjalankan misinya menjelajahi dunia, mencari bukti
seberapa besar kerusakan alam yang telah dilakukan manusia selama ini.
Film ini menjelaskan bagaimana Amerika, sebagai negara
besar begitu terobsesi dengan bahan bakar fossil, terutama minyak. Komoditas
ini bisa dikatakan adalah sumber bahan bakar termurah dan termudah, saking
nyamannya Amerika menggunakan komoditas ini, berbagai upaya dilakukan
perusahaan-perusahaan besar untuk menyela peralihan ke energi ramah lingkungan.
Dengan terang-terangan, film ini menyebutkan nama, serta logo
perusahaan-perusahaan yang diperkirakan melobi pemerintahan. Alhasil mulai
munculah perdebatan antar anggota parlemen, antara mereka yang mengakui adanya
pemanasan global, serta mereka yang tidak percaya adanya pemanasan global.
Leonardo menjelajahi dunia, mulai dari melihat ketebalan
es yang menurun di antartika, hilangnya glester, hingga pembakaran-pembakaran
hutan yang telah menghancurkan ekosistem, serta mengancam keberlangsungan
kehidupan di dunia. Indonesia juga masuk kedalam film ini, akan tetapi tidak
dalam konteks dibanggakan, melainkan cukup dipermalukan karena tingkat korupsi
negara kita, yang membuat penggundulan hutan demi pembukaan lahan pohon sawit
dilakukan.
Ia juga bertemu dengan para ahli lingkungan. Ia menanyakan
apa yang akan terjadi di masa depan bila kenaikan suhu bumi tidak diantisipasi
dan ditanggulangi. Apa yang dijelaskan oleh para ahli tersebut cukup membuat
bulu kuduk merinding.
Usaha-usaha peralihan teknologi juga ditelusuri. Ia
mengunjungi Cina untuk melihat usaha negara tersebut mengusahakan peralihan
energi menjadi tenaga surya. Serta mendapat pemahaman tentang bagaimana pola
makan daging sapi yang populer pada orang Amerika menjadi penyumbang gas Co2
yang besar.
Kisah perjalanan ini pada akhirnya ia sampaikan di
konferensi di Paris, dimana semua negara berkumpul dan menandatangani
perjanjian menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di muka bumi. Akan tetapi,
hal itu belum cukup. Perlu ada niat, aksi langsung, serta kekompakan umat
manusia untuk benar-benar bisa memperbaiki iklim yang terjadi di bumi saat ini.
REVIEW
Untuk sebuah film dokumenter, Before the Flood disajikan
dengan sangat menarik dan menggugah. Dimulai dari kisah pribadi Leonardo,
menceritakan masa lalunya yang selalu melihat lukisan tentang akhir dunia.
Penonton diberikan sebuah pernyataan bahwa ‘akhir dunia selalu dibayang-bayangkan
oleh manusia sejak jaman dulu, tapi sadarkah kita bahwa kita sedang berperan
dalam proses membunuh bumi?’
Pembuka yang amat indah dalam menarik penonton kedalam
tema utama film ini. Penggunaan footage dalam visualisasi film juga pas.
Politisi serta perusahaan yang menentang pemanasan global dengan berani di
munculkan di depan layar, diluar kekaguman saya terhadap keberanian editor
dalam pencantuman perusahaan serta orang-orang tersebut, penggunaan footage
yang tepat juga mempengaruhi bagaimana penonton mengartikan pesan-pesan yang
disampaikan dalam sesi scene tersebut.
Singkat kata, tidak ada kebosanan selama menonton film
dokumenter ini. Semua hal diceritakan dengan menarik, penggunaan footage yang
tepat, serta penaruhan kutipan narasumber yang turut membuat saya tertawa dan
kagum selama pemutaran film ini.
Cerita dari film juga runtun, dan ditutup dengan solusi
dan komitmen yang seakan menunjukan harapan di masa depan. Konflik, konklusi,
serta solusi sangat informatif dalam mengedukasi penonton terhadap apa yang
perlu mereka lakukan untuk menjaga bumi. Sebuah inti dari keseluruhan film
dokumenter ini.
Sementara, kekurangan yang saya temukan lagi ada pada
ketidakjelasan waktu dalam film tersebut. Apakah diambil pada 2017, atau
sebelum 2017. Bagi saya, seharusnya detail waktu, hari, bulan, hingga tahun
dicantumkan bersama dengan lokasi, terutama terhadap scene dimana Leo diangkat
menjadi duta. Karena scene di sesi terakhir merupakan tempat yang sama, perlu
ada penjelasan waktu, sehingga penonton tidak bingung.
Film ini telah sukses menyampaikan keseluruhan pesan yang
ingin disampaikan Leonardo Dicaprio sebagai duta perdamaian yang menyerukan
lingkungan hidup. Akan tetapi, ada detil-detil yang tertinggal, walaupun
detil-detil tersebut adalah hal kecil, akan lebih bagus dan lebih informatif
bila dicantumkan kedalam film, seperti keterangan tempat, dan waktu.
Skor personal saya terhadap film ini adalah:
4/4
Kamis, 21 Juli 2016
Jejak di Kaki Langit
Ini adalah hari lain lagi dimana langit berganti, dimana matahari seakan tenggelam, dan kegelapan malam datang. Aku bisa membayangkan merah membara cahaya surya pada detik-detik hilangnya dia, menjadi simbol berakhirnya aktivitas manusia, saatnya untuk kembali dan istirahat.
Setiap hari kehidupan manusia berjalan secara statis. Menuruti apa yang disebut oleh orang-orang sebagai rutinitas.
entah itu secara literal, atau iliteral...
rutinitas manusia hampir setiap hari seakan berwujud sebuah sandiwara, kebohongan-kebohongan agar dirinya diterima, manipulai-manipulasi untuk menghimpun kekuatan, fitnah-fitnah untuk memojokan.
Ah, betapa dunia ideal yang penuh dengan persatuan itu terasa jauh di mataku.
Semakin h ari, aku semakin ragu apa manusia bisa berdiri di tahap selanjutnya
menjejaki evolusi selanjutnya dari kehidupan, dimana mereka sadar bahwa mereka hanya bagian dari alam semesta.
Bukan mencecokan diri soal tuhan siapa yang paling kuat, ideologi apa yang paling benar, spesies apa yang paling kuat
Haaah, kalau seperti ini, perang hanya tinggal menunggu waktu.
Manusia dengan akal mereka yang sudah di ujung tembok,
apabila mereka akan menghancurkan diri mereka masing-masing, biarkan saja.
Toh itu kaidah seleksi alam yang sebenarnya...
Sekali lagi, hari telah berakhir
satu lagi jejak di kaki langit telah kita langkahi
sampai mana batas langkah ini akan membawa kita?
Sabtu, 14 Mei 2016
Musafir - Kisah Tentang Dia yang Bukan Manusia
Mereka bilang bumi ini akan hancur....
ditelan oleh keserakahan manusia, dan dihancurkan oleh perilaku manusia. Orang-orang tua melihat masa depan itu dengan kelam, seakan ada kabut menutupi mata mereka.
Anak-anak muda yang bermain riang, mereka lihat sebagai pewaris keputus-asaan, terbayang di wajah orang-orang tua itu masa depan mereka yang dipenuhi oleh gersangnya gurun pasir, panasnya matahari, keruhnya air, serta dinginnya badai.
Orang-orang tua memeluk anak-anak mereka, "Kasihan... oh, kasihan..." pekik orang-orang itu, meratapi bagaimana menderitanya mereka saat itu.
***
Langit gelap, hujan, dan tangisan, mewarnai akhir milenia 2000.
Pada akhir milenia ini, dunia mengalami krisis bahan bakar luar biasa
Minyak yang terus digunakan sebagai pelumas penggerak kehidupan telah habis, dan negara-negara tidak siap untuk menerapkan sumber tenaga alternatif. Roda perekonomian berhenti, masyarakat semakin ketakutan ketika melihat sumber pangan mereka hampir habis.
Tidak butuh waktu lama hingga munculnya tindakan-tindakan kasar dari orang-orang yang berusaha mencari makanan, sudah menjadi pemandangan biasa apabila terjadi penjarahan toko, ataupun perkelahian di trotoar antara dua orang yang memperebutkan makanan.
2890, adalah permulaan masa-masa kelam tersebut.
***
Sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun kemudian...
Usaha-usaha untuk menyuburkan kembali tanah, dan membangun ulang peradaban, seolah-seolah ditentang oleh Bumi itu sendiri. Tidak ada padi, rumput, ataupun pohon yang dapat tumbuh sehat, sekalipun ada, buah yang dihasilkan tak akan cukup untuk memenuhi perut orang-orang yang kelaparan.
Terkadang, perebutan akan makanan kembali terjadi, hal ini juga yang membuat keadaan semakin buruk.
Seakan belum selesai, muncul efek rantai dari masalah tersebut, turunnya angka kesuburan, yang menyebabkan makin sedikitnya bayi yang lahir.
Bumi seakan ingin manusia punah...
"Mungkin inilah hukuman atas dosa-dosa kami," ucap seorang dari masa tua.
"Inilah akibat yang kami terima dari mengecewakan Ibu Bumi," katanya lagi.
"Ini adalah sebuah harga yang Ibu Bumi inginkan..."
"Kepunahan."
***
Seratus tahun telah berlalu, milenia dua ribu dalam tahun manusia secara resmi pula berakhir.
Hilangnya peradaban manusia dari muka Bumi tidak serta merta melenyapkan jejak-jejak mereka. Sedikit demi sedikit, Ibu Bumi kembali mengambil alih wajah dunia. Kota-kota tempat manusia dulu berada, sedikit demi sedikit disikat oleh kekuatan alam.
Daratan menjadi laut, dan laut menjadi daratan.
Makhluk-makhluk yang dulu hidup dalam perbudakan manusia semakin berkembang dan kembali mewarnai kehidupan di Bumi, tenang tanpa gangguan tangan manusia.
Bumi kembali pada awal mulanya, sebagai taman Eden.
***
Sebuah Kisah Tentang Dia yang Bukan Manusia
Aku tidak pernah tahu dari mana aku berasal
Tidak, bahkan aku tidak tahu aku terbuat dari apa
Ketika aku terbangun, ketika aku membuka mataku
Aku melihat Ibu. Ibu Bumi
Berselimut cahaya, ia duduk diatas tahta pohon yang besar
Kunang-kunang menari-nari di sekitarnya
Seekor macan besar tidur tenang disamping kakinya
Elang bertengger di salah satu lengan tahtanya
Ibu menatap mataku lekat
Aku juga menatapnya balik
Kurasakan sebuah kehangatan yang terasa baru
Saat itu, aku mengerti bahwa itulah kehangatan 'cinta'
Ia menunjuk ke arahku
Dengan jarinya yang lentik dan indah
Ia menamaiku
"Adam"
***
Bumi
3000 Masehi kalender manusia
Adam sekali lagi menapaki kakinya di jalan berbatu yang basah, ia mengambil ancang-ancang lagi, dan melompati diri ke batu berikutnya. Cahaya matahari terik memancar, memberi kesempatan bagi para teman-teman tumbuhan untuk berfotosintesis.
Lelaki itu mengadah ke atas, kedua tangannya direntangkan lebar, dan ia merasakan hangatnya matahari.
Adam, walaupun namanya sangat manusiawi, ia bukan manusia
Kau bisa melihat lewat wujudnya, ketika dia merentangkan kedua tangannya menghadap matahari, muncul selaput-selaput yang terkelupas dari badan kulitnya. Selaput-selaput tersebut berisi klorofil untuknya melakukan fotosintesis.
Benar, Adam bukan manusia, ia adalah tumbuhan.
Sebuah tumbuhan yang amat manusiawi, ia bisa berpikir, berlari, mengenggam, bernyanyi, mengendus, mendengar, serta meraba. Dalam ilmu pengetahuan manusia, para ilmuwan pasti akan terkejut melihatnya, apalagi fakta bahwa Adam muncul hanya dalam tempo seratus tahun setelah keruntuhan peradaban manusia, ini adalah sebuah anomali.
Tidak, bukan anomali
Ini adalah keajaiban.
***
Adam lahir dari sebuah bibit raksasa, tidak dapat dijelaskan pohon apa yang dapat menghasilkan bibit sebesar minibus, faktanya, hampir tidak ada pohon normal yang dapat menghasilkan bibit sebesar itu.
Adam dapat melihat sejak pertama kali keluar dari bibit, bersamaan, dengan itu, indra-indranya mulai aktif, indra pendengaran, peraba, dan penciumnya sedikit-demi sedikit mulai menyesuaikan dengan perkembangan Adam, dalam 3 hari, dia sudah dapat berlari, melompat, serta memanjat.
Sebuah spesies asing yang tiba-tiba muncul di muka Bumi, Adam tidak mengetahui tujuannya. Apa yang mendorongnya untuk terus bergerak selama ini hanya satu, yaitu insting.
Adam tidak butuh berburu, ia tidak butuh mengumpulkan makanan seperti rumput atau buah, ia hanya perlu berdiri di tengah-tengah tanah lapang, bermandikan cahaya matahari.
Begitu pula dengan reproduksi.
Kenyataan bahwa Adam adalah satu-satunya spesies Manusia-Tumbuhan menumbuhkan pertanyaan, apakah ia butuh reproduksi seksual? atau apakah ia dapat melakukan reproduksi aseksual?
Apakah Adam bahkan peduli akan pertanyaan-pertanyaan itu?
Tidak ada yang tahu.
Spesies itu, Manusia-Tumbuhan itu, hanya berjalan, berjalan dan berjalan, entah apakah ia memiliki suatu tujuan, khusus, atau hanya itulah takdirnya sebagai satu-satunya spesies yang menyerupai manusia di muka bumi ini.
Apakah ia akan mengikuti jejak manusia, dan mendirikan sebuah peradaban manusia-tumbuhan?
Ataukah ia memiliki sebuah tujuan lain?
Adakah sebuah takdir besar yang menunggunya di ujung jalan sana?
*******************************************************
Java Kitchen
Tangerang, 14 Mei 2016
ditelan oleh keserakahan manusia, dan dihancurkan oleh perilaku manusia. Orang-orang tua melihat masa depan itu dengan kelam, seakan ada kabut menutupi mata mereka.
Anak-anak muda yang bermain riang, mereka lihat sebagai pewaris keputus-asaan, terbayang di wajah orang-orang tua itu masa depan mereka yang dipenuhi oleh gersangnya gurun pasir, panasnya matahari, keruhnya air, serta dinginnya badai.
Orang-orang tua memeluk anak-anak mereka, "Kasihan... oh, kasihan..." pekik orang-orang itu, meratapi bagaimana menderitanya mereka saat itu.
***
Langit gelap, hujan, dan tangisan, mewarnai akhir milenia 2000.
Pada akhir milenia ini, dunia mengalami krisis bahan bakar luar biasa
Minyak yang terus digunakan sebagai pelumas penggerak kehidupan telah habis, dan negara-negara tidak siap untuk menerapkan sumber tenaga alternatif. Roda perekonomian berhenti, masyarakat semakin ketakutan ketika melihat sumber pangan mereka hampir habis.
Tidak butuh waktu lama hingga munculnya tindakan-tindakan kasar dari orang-orang yang berusaha mencari makanan, sudah menjadi pemandangan biasa apabila terjadi penjarahan toko, ataupun perkelahian di trotoar antara dua orang yang memperebutkan makanan.
2890, adalah permulaan masa-masa kelam tersebut.
***
Sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun kemudian...
Usaha-usaha untuk menyuburkan kembali tanah, dan membangun ulang peradaban, seolah-seolah ditentang oleh Bumi itu sendiri. Tidak ada padi, rumput, ataupun pohon yang dapat tumbuh sehat, sekalipun ada, buah yang dihasilkan tak akan cukup untuk memenuhi perut orang-orang yang kelaparan.
Terkadang, perebutan akan makanan kembali terjadi, hal ini juga yang membuat keadaan semakin buruk.
Seakan belum selesai, muncul efek rantai dari masalah tersebut, turunnya angka kesuburan, yang menyebabkan makin sedikitnya bayi yang lahir.
Bumi seakan ingin manusia punah...
"Mungkin inilah hukuman atas dosa-dosa kami," ucap seorang dari masa tua.
"Inilah akibat yang kami terima dari mengecewakan Ibu Bumi," katanya lagi.
"Ini adalah sebuah harga yang Ibu Bumi inginkan..."
"Kepunahan."
***
Seratus tahun telah berlalu, milenia dua ribu dalam tahun manusia secara resmi pula berakhir.
Hilangnya peradaban manusia dari muka Bumi tidak serta merta melenyapkan jejak-jejak mereka. Sedikit demi sedikit, Ibu Bumi kembali mengambil alih wajah dunia. Kota-kota tempat manusia dulu berada, sedikit demi sedikit disikat oleh kekuatan alam.
Daratan menjadi laut, dan laut menjadi daratan.
Makhluk-makhluk yang dulu hidup dalam perbudakan manusia semakin berkembang dan kembali mewarnai kehidupan di Bumi, tenang tanpa gangguan tangan manusia.
Bumi kembali pada awal mulanya, sebagai taman Eden.
***
Sebuah Kisah Tentang Dia yang Bukan Manusia
Aku tidak pernah tahu dari mana aku berasal
Tidak, bahkan aku tidak tahu aku terbuat dari apa
Ketika aku terbangun, ketika aku membuka mataku
Aku melihat Ibu. Ibu Bumi
Berselimut cahaya, ia duduk diatas tahta pohon yang besar
Kunang-kunang menari-nari di sekitarnya
Seekor macan besar tidur tenang disamping kakinya
Elang bertengger di salah satu lengan tahtanya
Ibu menatap mataku lekat
Aku juga menatapnya balik
Kurasakan sebuah kehangatan yang terasa baru
Saat itu, aku mengerti bahwa itulah kehangatan 'cinta'
Ia menunjuk ke arahku
Dengan jarinya yang lentik dan indah
Ia menamaiku
"Adam"
***
Bumi
3000 Masehi kalender manusia
Adam sekali lagi menapaki kakinya di jalan berbatu yang basah, ia mengambil ancang-ancang lagi, dan melompati diri ke batu berikutnya. Cahaya matahari terik memancar, memberi kesempatan bagi para teman-teman tumbuhan untuk berfotosintesis.
Lelaki itu mengadah ke atas, kedua tangannya direntangkan lebar, dan ia merasakan hangatnya matahari.
Adam, walaupun namanya sangat manusiawi, ia bukan manusia
Kau bisa melihat lewat wujudnya, ketika dia merentangkan kedua tangannya menghadap matahari, muncul selaput-selaput yang terkelupas dari badan kulitnya. Selaput-selaput tersebut berisi klorofil untuknya melakukan fotosintesis.
Benar, Adam bukan manusia, ia adalah tumbuhan.
Sebuah tumbuhan yang amat manusiawi, ia bisa berpikir, berlari, mengenggam, bernyanyi, mengendus, mendengar, serta meraba. Dalam ilmu pengetahuan manusia, para ilmuwan pasti akan terkejut melihatnya, apalagi fakta bahwa Adam muncul hanya dalam tempo seratus tahun setelah keruntuhan peradaban manusia, ini adalah sebuah anomali.
Tidak, bukan anomali
Ini adalah keajaiban.
***
Adam lahir dari sebuah bibit raksasa, tidak dapat dijelaskan pohon apa yang dapat menghasilkan bibit sebesar minibus, faktanya, hampir tidak ada pohon normal yang dapat menghasilkan bibit sebesar itu.
Adam dapat melihat sejak pertama kali keluar dari bibit, bersamaan, dengan itu, indra-indranya mulai aktif, indra pendengaran, peraba, dan penciumnya sedikit-demi sedikit mulai menyesuaikan dengan perkembangan Adam, dalam 3 hari, dia sudah dapat berlari, melompat, serta memanjat.
Sebuah spesies asing yang tiba-tiba muncul di muka Bumi, Adam tidak mengetahui tujuannya. Apa yang mendorongnya untuk terus bergerak selama ini hanya satu, yaitu insting.
Adam tidak butuh berburu, ia tidak butuh mengumpulkan makanan seperti rumput atau buah, ia hanya perlu berdiri di tengah-tengah tanah lapang, bermandikan cahaya matahari.
Begitu pula dengan reproduksi.
Kenyataan bahwa Adam adalah satu-satunya spesies Manusia-Tumbuhan menumbuhkan pertanyaan, apakah ia butuh reproduksi seksual? atau apakah ia dapat melakukan reproduksi aseksual?
Apakah Adam bahkan peduli akan pertanyaan-pertanyaan itu?
Tidak ada yang tahu.
Spesies itu, Manusia-Tumbuhan itu, hanya berjalan, berjalan dan berjalan, entah apakah ia memiliki suatu tujuan, khusus, atau hanya itulah takdirnya sebagai satu-satunya spesies yang menyerupai manusia di muka bumi ini.
Apakah ia akan mengikuti jejak manusia, dan mendirikan sebuah peradaban manusia-tumbuhan?
Ataukah ia memiliki sebuah tujuan lain?
Adakah sebuah takdir besar yang menunggunya di ujung jalan sana?
*******************************************************
Java Kitchen
Tangerang, 14 Mei 2016
Rabu, 09 Maret 2016
Manusia dan Idealisme
Ketika anak manusia dihadapkan dalam kenyataan
Ketika realita pada akhirnya mencabut nyawa manusia
Manusia yang sama seperti kita, manusia yang sama seperti kau dan aku
Ketika cita-cita, pada akhirnya hanya berakhir sebagai cita-cita
Apakah engkau menerima kenyataan seperti itu? apakah kau menerima dunia seperti itu?
Kita, anak-anak yang terdidik oleh orang tua kita
Doktrin apa yang telah kau pelajari?
Kenyataan apa yang telah kau bentuk dari ajaran mereka?
dan ketika kau sadar, kenyataan-kenyataan lain di luar sana
Masihkah engkau berpegang pada kenyataan yang kau percayai selama ini?
Manusia yang telah diatur
Manusia yang telah dibentuk oleh lingkungan
Sehingga menjadi sosialita yang kita kenal saat ini
Aku mencemooh mereka
Aku mencemooh realita
Aku mencemooh sosialita
Tapi pada akhirnya, aku juga dibentuk oleh mereka
Idealisme yang kupegang
Idealisme yang kutanam
Sebuah tiang tanpa penyangga di tanah penuh keabstrakan
Ditanam di otak, maupun ditanam di jiwa
Memimpin manusia melalui jaman
Apa yang akan dibentuk nanti, apa yang akan kau perjuangkan nanti
Apakah akan damai? ataukah diwarnai cipratan darah?
Ah, anak manusia..
Engkau dan idealismemu, tak akan bisa dipisahkan
Halalkah darah di pedangmu untuk idealisme itu?
Ketika realita pada akhirnya mencabut nyawa manusia
Manusia yang sama seperti kita, manusia yang sama seperti kau dan aku
Ketika cita-cita, pada akhirnya hanya berakhir sebagai cita-cita
Apakah engkau menerima kenyataan seperti itu? apakah kau menerima dunia seperti itu?
Kita, anak-anak yang terdidik oleh orang tua kita
Doktrin apa yang telah kau pelajari?
Kenyataan apa yang telah kau bentuk dari ajaran mereka?
dan ketika kau sadar, kenyataan-kenyataan lain di luar sana
Masihkah engkau berpegang pada kenyataan yang kau percayai selama ini?
Manusia yang telah diatur
Manusia yang telah dibentuk oleh lingkungan
Sehingga menjadi sosialita yang kita kenal saat ini
Aku mencemooh mereka
Aku mencemooh realita
Aku mencemooh sosialita
Tapi pada akhirnya, aku juga dibentuk oleh mereka
Idealisme yang kupegang
Idealisme yang kutanam
Sebuah tiang tanpa penyangga di tanah penuh keabstrakan
Ditanam di otak, maupun ditanam di jiwa
Memimpin manusia melalui jaman
Apa yang akan dibentuk nanti, apa yang akan kau perjuangkan nanti
Apakah akan damai? ataukah diwarnai cipratan darah?
Ah, anak manusia..
Engkau dan idealismemu, tak akan bisa dipisahkan
Halalkah darah di pedangmu untuk idealisme itu?
Senin, 29 Februari 2016
Kereta di Tengah Hutan
Apabila kau merasa bosan
Coba pergi ke hutan belakang sekolah
Masuklah dari arah mana saja
Jalanlah lurus, tidak boleh berbelok
Kemudian, mulai dari langkah memasuki hutan, hitung hingga langkah ke seratus lima puluh
Ketika sudah langkah ke seratus lima puluh, teriakan jalur jurusan suatu kereta
Teriakan dengan lantang dan keras, selama tiga kali
Setelah itu, kau akan melihat sebuah gerbong kereta di tengah hutan. Kereta tanpa rel, kereta tanpa stasiun.
Itu adalah penggalan puisi yang amat terkenal di kampung halamanku, Mitos tentang kereta berhantu, atau kereta misterius yang hanya muncul bila dilakukan semacam ritual.
Ada banyak versi cerita yang kadang melengkapinya, terkadang, seseorang temanku bercerita bahwa kereta tersebut akan membawamu ke alam lain, atau versi bahwa kereta tersebut dihuni oleh monster kelaparan yang akan melahapmu begitu ia melihat.
Nyatanya, cerita ini tidak hanya terkenal di kalangan anak-anak, orang-orang dewasa pun ternyata sudah mengenal cerita tersebut sejak mereka kecil
Seperti layaknya, sebuah warisan budaya, tidak ada orang lama di pulau ini yang tidak mengenal kisah tersebut, Kereta Misterius di Tengah Hutan.
Aku, adalah seorang anak yang ingin tahu.
Meskipun pendiam, mataku suka melirik ke segala arah
Menerka-nerka asal-usul suatu barang.
Sebagai anak yang juga tumbuh dalam lingkungan pulau tersebut, aku sudah kenyang dengan puisi yang terus diceritakan orang-orang.
Beberapa mengatakannya hantu kereta peninggalan penjajah, beberapa lagi mengatakan penampakan roh halus.
Hari demi hari, aku semakin penasaran.
Hingga akhirnya tiba suatu hari... Hari yang buruk, sebenarnya.
Umurku 13 tahun, dan aku dimarahi ayahku oleh suatu alasan.
Ia mengataiku pelamun yang tidak pernah bergerak, kerjanya hanya diam di depan halaman, anak yang tidak berguna.
Itu kata-kata yang cukup sakit bagiku.
Hari itu, matahari tanpa ampun bercahaya.
Sinarnya menusuk-nusuk kulit tanpa ampun.
Aku yang marah terhadap ayahku minggat
Pergi ke hutan yang diceritakan.
Aneh juga...
Langit bersinar bak lampu neon dihadapkan pada kaca pembesar
Tapi kenapa hutan itu sangat rindang?
Seakan hutan itu hidup, seakan hutan itu bernafas. Sebuah hembusan nafas yang sejuk dan dipenuhi bau daun...
150 langkah....
Teriakan dengan lantang...
...
...
...
Sekilas, suara itu tredengar samar,
Kemudian terdengar lagi, dan lagi
hingga kemudian...
JESS... JESS... JESS...
Sebuah suara akrab yang kudengar dari sebuah kereta, suara rodanya yang berdecit ketika mengarungi rel, suara aneh yang terdengar seperti uap yang keluar dari pembuangan.
Dan tiba-tiba di hadapanku, Kereta itu berhenti.
Coba pergi ke hutan belakang sekolah
Masuklah dari arah mana saja
Jalanlah lurus, tidak boleh berbelok
Kemudian, mulai dari langkah memasuki hutan, hitung hingga langkah ke seratus lima puluh
Ketika sudah langkah ke seratus lima puluh, teriakan jalur jurusan suatu kereta
Teriakan dengan lantang dan keras, selama tiga kali
Setelah itu, kau akan melihat sebuah gerbong kereta di tengah hutan. Kereta tanpa rel, kereta tanpa stasiun.
Itu adalah penggalan puisi yang amat terkenal di kampung halamanku, Mitos tentang kereta berhantu, atau kereta misterius yang hanya muncul bila dilakukan semacam ritual.
Ada banyak versi cerita yang kadang melengkapinya, terkadang, seseorang temanku bercerita bahwa kereta tersebut akan membawamu ke alam lain, atau versi bahwa kereta tersebut dihuni oleh monster kelaparan yang akan melahapmu begitu ia melihat.
Nyatanya, cerita ini tidak hanya terkenal di kalangan anak-anak, orang-orang dewasa pun ternyata sudah mengenal cerita tersebut sejak mereka kecil
Seperti layaknya, sebuah warisan budaya, tidak ada orang lama di pulau ini yang tidak mengenal kisah tersebut, Kereta Misterius di Tengah Hutan.
Aku, adalah seorang anak yang ingin tahu.
Meskipun pendiam, mataku suka melirik ke segala arah
Menerka-nerka asal-usul suatu barang.
Sebagai anak yang juga tumbuh dalam lingkungan pulau tersebut, aku sudah kenyang dengan puisi yang terus diceritakan orang-orang.
Beberapa mengatakannya hantu kereta peninggalan penjajah, beberapa lagi mengatakan penampakan roh halus.
Hari demi hari, aku semakin penasaran.
Hingga akhirnya tiba suatu hari... Hari yang buruk, sebenarnya.
Umurku 13 tahun, dan aku dimarahi ayahku oleh suatu alasan.
Ia mengataiku pelamun yang tidak pernah bergerak, kerjanya hanya diam di depan halaman, anak yang tidak berguna.
Itu kata-kata yang cukup sakit bagiku.
Hari itu, matahari tanpa ampun bercahaya.
Sinarnya menusuk-nusuk kulit tanpa ampun.
Aku yang marah terhadap ayahku minggat
Pergi ke hutan yang diceritakan.
Aneh juga...
Langit bersinar bak lampu neon dihadapkan pada kaca pembesar
Tapi kenapa hutan itu sangat rindang?
Seakan hutan itu hidup, seakan hutan itu bernafas. Sebuah hembusan nafas yang sejuk dan dipenuhi bau daun...
150 langkah....
Teriakan dengan lantang...
...
...
...
Sekilas, suara itu tredengar samar,
Kemudian terdengar lagi, dan lagi
hingga kemudian...
JESS... JESS... JESS...
Sebuah suara akrab yang kudengar dari sebuah kereta, suara rodanya yang berdecit ketika mengarungi rel, suara aneh yang terdengar seperti uap yang keluar dari pembuangan.
Dan tiba-tiba di hadapanku, Kereta itu berhenti.
Langganan:
Postingan (Atom)