Sabtu, 31 Agustus 2013

Two Princess

Sebuah kereta kuda berpacu melalui malam berkabut, kaki-kaki kuda itu menimbulkan bunyi ribut yang seketika memecah keheningan malam. Tidak lama kemudian, kereta itu berhenti dekat gerbang jembatan sebuah istana, jembatan itu sedang diputus.

Pengemudia kereta itu memakai pakaian besi seorang ksatria, ia membuka helmnya dan mengadahkan kepala menatap bagian atas gerbang itu, ia tahu walaupun gelap malam tidak menunjukan apapun di atas sana, namun sebenarnya ada 5 orang penjaga dengan senapan laras panjang, bersiap melumpuhkan siapapun yang mencoba masuk ke istana.

"Sir Ratatoile bersama Putri Serena menghadap!" teriak ksatria tersebut sembari mengangkat tinggi bendera kerajaan berupa simbol kuda yang di mulutnya membawa pedang api.

Tidak lama kemudian, terdengar suara derakan dari arah istana, sebuah jembatan terbuat dari kayu meluncur keluar dari sisi bawah pintu kerajaan, jembatan tersebut menyatu dengan susunan kayu yang terbuat di seberang pintu gerbang kerajaan. Ketika jembatan tersebut telah terbentuk, pintu gerbang kerajaanpun terbuka.



Seorang putri turun dari kereta kuda kerajaan. Putri itu masih berumur 17 tahun, dengan gaun putih serta rambut coklat yang diroll kebelakang.
2 ksatria yang berasal dari istana menyambut kedatangan tamu mereka. Satu ksatria adalah perempuan berambut merah, sementara satu lagi lelaki paruh baya hampir botak dengan janggut tipis, pakaian ksatrianya kelihatannya sangat berat, sehingga tidak memungkinkan prajurit biasa untuk memakainya.

"Selamat datang ke kerajaan kami, Putri Serena dari klan Infermogen," ksatria perempuan menunduk, disusul oleh lelaki paruh baya di sebelahnya.

Putri itu terdiam, ia memejamkan matanya sejenak, kemudian tersenyum.
Kakinya sedikit melompat, tangannya membentuk lingkaran, dan sedetik kemudian, ia memeluk ksatria perempuan itu.
"Kirara!" teriaknya dengan ceria,
Kirara, sang gadis ksatria itu mencoba untuk tetap tenang, tetapi wajahnya yang memerah tak bisa disembunyikan. Hal ini membuat 2 ksatria yang ikut menyaksikannya harus mencoba menahan tawa mereka.

"Lama tidak bertemu engkau dan aku!" teriak Putri Serena,
"Putri, jangan disini engkau harus segera bertemu Yang Mulia untuk rapat," tukas Kirara,
"Tidak mengapa!" teriak Putri. "Teman baik Putri ialah Kirara! Putri selalu ingin bersama!" teriaknya lagi.
Serena memiliki gaya berbicara yang aneh. Ia adalah pemimpin dari klan Infermorgen, menggantikan ayahnya yang meninggal. Walaupun masih muda, Serena menjalankan perannya dengan baik.

"Dimana Sang Pencerita?" tanya Putri.
Raut wajah Kirara langsung berubah,
"Ah, bard itu..." Kirara menahan napasnya sesaat.
"Ia telah pergi Putri, Raja telah menawarinya dengan gelar ksatria, akan tetapi bard itu menolak..."
Putri Serena menunduk, ia kelihatan kecewa,
"A-aku yakin ia akan datang lagi! Ia sudah berjanji ingat?" Kirara mencoba menghibur putri.
Sang Putri yang mendengarnya perlahan tersenyum kembali, ia memberi anggukan semangat pada Kirara.

"Sekarang, ayo kita masuk, Yang Mulia sudah menunggu," ajak Kirara.

***
Kirara menyandarkan punggungnya sembari meneguk segelas besar anggur, sementara Pureta, ksatria botak berbadan besar yang bertugas bersamanya melepas pakaian kebesarannya, ia menyandarkan pedang dan duduk berseberangan dengan Kirara.

Tugas mereka telah selesai, Putri Serena telah masuk ke kamar tamu kerajaan, jam malam pun sudah diberlakukan didalam istana, dan hanya para penjaga yang tersisa di luar.

Di tengah malam dingin itu, cahaya obor terasa hangat, Pureta ikut meneguk anggur,
"Aku mendengar kalau kau adalah teman baik Putri Serena, tetapi kalian lebih dekat dari yang kukira," cetus Pureta,
Kirara melirik sebentar, kemudian berpaling lagi.
"Bukankah normal bila seorang Putri kerajaan juga memiliki teman seorang Putri?" Kirara balas bertanya.

Kenyataan bahwa Kirara adalah seorang putri merupakan fakta dimana seluruh masyarakat kerajaan mengetahuinya, akan tetapi seorang putri berpakaian ksatria? Tidak ada sorangpun yang menduganya.

'Nama putri' Kirara adalah Remi'ivaeli von Divinoschuko Inferno, seorang putri yang kini menjalani pendidikan di akademi sihir Magus-itu yang diketahui rakyat.
Remi'ivaeli keluar dari sekolah tanpa sepengetahuan raja, ia memotong rambutnya dan kembali sebagai gadis pejuang bernama Kirara.

"Pertemuanku kembali dengan Serena adalah karena campur tangan orang itu."
Serena mendongak ke langit, sabuk galaksi Meguron membentang melalui lintang barat, sabuk yang berupa jalinan bintang-bintang, bagaikan sebuah selendang yang dijahit bersama permata.


"Derek The Bard"

Prologue, and Story of a Sibling

Dunia tempat orang mati,
Dahulu kala, ketika dunia masih merupakan batu karang semata,
Tersebutlah sepasang Dewa-Dewi, Zor dan Ver.

Zor dan Ver, adalah suami dan istri, mereka adalah 'parent' yang menjadi cikal bakal munculnya dunia kami.

Zor dan Ver mempunyai 3 orang anak. Dan mereka bertiga yang nantinya akan mewakili 'persona' yang ada di bumi.
Persona adalah sebutan kami untuk cahaya, kegelapan, dan manusia. 3 unsur utama yang memberi arti sebuah keberadaan bagi Bumi.

Aileen adalah Dewi cahaya,
Tyamat adalah Dewa yang menguasai kegelapan
Dan Argos, adalah Dewi yang juga manusia pertama di muka bumi.

Kisah demi kisah, menceritakan perselisihan antar ketiga saudara ini, dimana Aileen ingin menguasai bumi dengan malaikatnya, Tyamat dengan iblisnya, dan Argos dengan manusianya.
Argos selalu mengalami kekalahan, disebabkan manusia yang lemah, sementara Aileen dan Tyamat selalu seimbang.

Kisah yang aku ambil ini, adalah kisah yang paling terkenal. Sebuah kisah yang merupakan akhir dari Trilogi Para Dewa.

Tyamat, yang adalah satu-satunya Dewa di antara mereka, diam-diam memiliki rasa cinta kepada Argos. Akan tetapi, didorong oleh dendam akibat kekalahannya, Argos tidak pernah membalas rasa cinta Tyamat.
Tyamat marah, ia menculik Argos, dan memenjarakannya di dunia bawah selama 40 hari.
Dan dalam 40 hari itulah, manusia mengalami penderitaan panjang.

Aileen yang mendengus perbuatan Tyamat, memberinya obat tidur pada makanan Tyamat. Aileen berhasil, ia turun ke penjara bawah tanah untuk menyelamatkan Argos, akan tetapi, Argos telah melahirkan bayi yang didapatinya dari hubungannya dengan Tyamat.

Argos sedih, tetapi ia tidak ingin membunuh bayi itu.
Kata Aileen kepadanya,
" Saudariku, anak ini adalah campuran antara darah penuh kebangaan dengan sebuah darah jahat, tidak ada yang bisa ia lakukan selain merusak,"

"Tetapi saudariku, aku telah memberkati kelahiran bayi-bayi manusia, tidak ada satu bayipun yang tidak pernah merasakan pelukanku, dan tidak ada satu anak pun yang tidak mendapatkan kecupanku..."  balas Argos dengan sedih.

Merasa iba akan duka saudarinya, Aileen memberikan berkat pada bayi itu, ia menyayat kulitnya, dan membiarkan bayi itu minum darahnya yang berkilau bagai emas.
"Engkau jahat, tetapi di saat yang sama, engkau baik.
Ketika engkau dewasa, engkau akan memilih 2 jalan. Cahaya, atau Kegelapan.
Bila engkau memilih cahaya, engkau akan menjadi Persona Aileen, dan bila engkau memilih kegelapan, engkau akan menjadi Persona Tyamat."


Itulah sebuah kisah yang menjadi akhir dari Trilogi Dewa, dan menjadi awal bagi Abad Kerajaan Manusia, serta 'Persona' yang menjadi akar religius manusia.




****

Cerita-cerita itu sering dilatunkan oleh kakakku yang adalah seorang pengembara. Ia berkeliling menjelajahi daratan Vesopotamia, orang-orang desaku mengatakan bahwa ia adalah 'bard', pengelana yang berkeliling dunia dan menciptakan lagu.

Saat itu, aku yang masih kecil hanya dapat kagum akan kisah-kisah kakak laki-lakiku.

Lavestain, adalah namaku.
Tahun ini aku menginjak umur 17. Aku tinggal di sebuah desa terpencil di ujung lembah Eupora bersama adik laki-lakiku yang berusia 15 tahun, Mose.
Aku adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku, biasanya, anak-anak perempuan seumurku sudah memboyong orang-orang kaya maupun penguasa untuk menjadi istri mereka, tetapi, aku disini, membantu mengurus ladang orang tuaku.

Desa tempatku tinggal dekat dengan laut, karena itu beberapa penduduk desa adalah nelayan, termasuk ayahku.
Dengan hasil laut dan panen yang bagus, desa kami bisa mengurus diri kami sendiri tanpa harus menunggu bantuan kerajaan Harkos.

"Kakak, sudah selesai," tukas adikku sambil melemparkan seikat jerami ke gerobak. Aku ikut naik ke gerobak, dan membiarkan adikku menyetir keledai,
Inilah kehidupan sederhana kami, sesekali, gerobak kami berpapasan dengan tetangga dan petani lain, layaknya penduduk desa lain, kami saling memberi salam dan menyapa.

Kami berhenti sejenak di pasar, Mose mengikat kekang keledai ke tiang kayu,
"Mose? Kau ada urusan?" tanyaku padanya,
"Ya, dengan pak tua sebentar, tidak lama kok kak!"
Setelah mengatakan itu, Mose menghilang dibalik keramaian.

Mose memiliki rambut hitam serta mata hitam, berbeda denganku ataupun kakakku yang memiliki rambut pirang. Mose sendiri bukanlah saudara kandungku, orang tuaku menemukannya sebagai seorang balita yang terdampar karena arus laut.
Sejak saat itu, ia menjadi anggota keluargaku. Aku menganggapnya sudah seperti adik kandungku sendiri.

Tidak lama kemudian, Mose kembali dengan segenggam kantong kulit, ia terlihat senang ketika melepas ikatan keledai dan melanjutkan perjalanan ke rumah.
"Kau kelihatan senang, kerja apa lagi kali ini?" tanya ku,
Mose menunjukan 10 koin perunggu dan 5 koin perak,
"Aku berburu jamur langka di gunung dan mendapatkan Cakar Lynx, Pak Tua bilang itu akan sangat berguna untuk obat demam." jelas Mose.
"Setidaknya, dengan uang ini, kita bisa membeli alat tulis dan senar gitar yang baru kan?" Mose berpaling ke arahku dengan senyum lebar, aku mengiyakannya dan mengacak-acak rambutnya yang berantakan.

Matahari sudah hampir terbenam ketika kami sampai ke rumah, cahaya nya jingga bercampur kemerahan, di kaki langit lain, aku sudah bisa melihat bintang dan galaksi Verguso-Selendang Langit.

"Ibu, kami kembali," salamku pada ibu kami yang tengah memasak di dapur, Ibu bisu sejak lahir, sehingga ia membalas salam kami dengan senyuman, ibu berbicara pada kami lewat bahasa isyarat.

"Selamat datang" Ibu membuat gerakan dengan tangannya,
"Ayahmu masih di pantai tolomg panggil dia," lanjut Ibu lagi.

Mose tanggap, ia segera keluar dan berlari menuju pesisir pantai.
Aku duduk di meja makan, roti dan ayam goreng, spesial untuk ulang tahunku sudah tersedia di sana.
Sinar matahari senja yang menembus jendela rumah kami sekilas dihalangi oleh dua sosok tubuh, tak lama kemudian, Mose dan ayah masuk lewat pintu depan.

Ayahku berumur 40 tahun dengan otot kekar dan wajah tegas, luka di mata kirinya dia dapat ketika masa mudanya sebagai tentara kerajaan Harkos.

"Lihatlah, siapa putri kita yang berulang tahun!" ayah mencium pipiku dan mengacak-acak rambutku. Aku menyingkirkan tangan ayah walau ia terus mengacak-acak rambutku dengan paksa, ibu dan Mose hanya tertawa melihat tingkah kami berdua.

Matahari telah terbenam ketika kami memulai jamuan makan malam, khusus untukku yang telah menginjak umur 17 tahun, umur yang istimewa bagi seorang gadis perempuan.
"Bersulang, untuk anak gadis yang telah siap menjadi pendamping lelaki terbaik di dunia!" seru ayah sembari mengangkat gelas birnya tinggi-tinggi.
"Kakak belum mau menikah, yah," sergah Mose.
Diam-diam, aku berkata dalam hatiku bahwa aku tidak ingin menikah, ya, aku akan menjadi pengembara seperti Kak Derek, bard yang telah menceritakanku dongeng-dongeng dari berbagai daratan tempatnya berpijak.

"Ayah, apa Kak Derek akan datang kesini lagi?" aku bertanya pada ayahku, Kak Derek pasti akan pulang pada hari ulang tahunku atau hari ulang tahun Mose, sekadar untuk menceritakan kami kisah perjalanannya.
"Aku yakin ia pasti akan datang, kakakmu tidak pernah melupakan janjinya, bukan?" jawab ayah,
Ibu tersenyum ramah seakan menyetejui jawaban ayah.

Seusai makan malam, aku dan Mose pergi keluar, kami berniat untuk menunggu Kak Derek datang, mungkin kali ini ia akan datang lewat laut?

Kami berdua berbaring di pasir, memandang langit berbintang, hanya untuk menunggu Kakak kami datang.

Kamis, 15 Agustus 2013

A World Lead By The King And His Beloved Wife

Apa arti awal?
Bila selalu ada akhir?

Apa arti kelahiran?
Bila kematian terus membayangimu bagaikan surat ancaman pembunuh bayaran?

Mengapa sebuah peradaban ada?
Bila akhirnya mereka hancur karena ulah mereka sendiri?

Namaku Mark. Android terakhir di Planet abu-abu bernama Bumi.
Aku adalah Raja dunia ini, aku adalah Raja dunia kering kerontang yang seakan tidak lagi memiliki harapan.
Tetapi, dibalik rongsokan besi yang selama ini kulalui, ku temukan kecambah kehidupan baru, setitik harapan kecil dibalik debu keputus-asaan.

Alicia, gadis ku.. Alicia yang selalu bersamaku, Alicia yang selalu memanggil namaku tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alicia yang kucintai, Alicia, Ratu-ku.

***

Namaku Mark

Seiring lift menara yang menutup, kami sampai ke atas permukaan lantai 1 menara tersebut.
lampu-lampu neon berwarna biru bersinar sepanjang lorong pendek yang berujung pada sebuah pintu metal.

Ukuran tubuh kami yang lebih tinggi dari pada lorong membuat kami harus membungkuk sepanjang jalan sampai ke pintu itu. Sebuah roda metal dipasang disana, berperan sebagai pengunci. Aku memutar roda itu, seketika muncul suara keras, dan pintu itu terbuka dengan mudah.

"Kita sampai, ini Inti dari menara ini..."

Menara ini terdiri dari lantai-lantai yang tinggi menjulang hingga ke puncak, setiap lantai dibuat melengkung dengan balkon yang menghadap langsung ke lantai pertama, seakan isi dari menara ini adalah Colloseum modern. Masing-masing lantai memiliki barisan-barisan loker berisi DNA manusia yang tabungnya bersinar dalam gelap.

Penerangan disini tidak berbeda dari penerangan lorong sebelumnya, remang-remang, hanya bersinarkan zat kimia bercahaya dalam gelap. Hanya satu cahaya terang datang dari puncak menara, menyinari sebuah spot di lantai 1 bagaikan spotlight.

Cahaya itu menyinari sebuah... Aku tidak tahu... benda itu seperti sebuah ranjang rumah sakit, tetapi di saat yang bersamaan memiliki tabung yang siap menutup, serta benda itu dipasang pula dengan peralatan-peralatan ber teknologi tinggi lainnya.

***

Namaku Mark,
Logikaku mengatakan bahwa aku adalah android...
Tapi tidak...

Aku adalah manusia.

"Kau adalah manusia kami, Mark"

suara professor bergema dalam telingaku...

Suara Orang tuaku.

"Selamatkan dunia ini, Mark."

***
"Mark? Mark?"

Alicia membangunkanku dari lamunanku,
"Maafkan saya, Nona, hanya sedikit melamun."

Alicia tersenyum.
Sejak kapan senyuman seorang manusia dapat mempesona seperti ini?
Tidak, mengapa aku bisa berpikir seperti itu?
Aku Android yang berbeda dari manusia, aku tidak memiliki hati... aku....

Aku...

Tidak bisa merasakannya.... Jadi mengapa...?

"Marky,"
Alicia mengecup pipiku.

Terkejut, aku mundur beberapa langkah.

"Kau bukanlah Android biasa... Marky..."

Belum terkejut akan kecupannya, aku lebih terkejut lagi akan apa yang ia lakukan,
Ia membuka pita gaunnya, sedikit-demi sedikit, ia menurunkan lengan bajunya, sampai akhirnya gaun itu lepas secara keseluruhan.

Tubuh telanjangnya bukanlah sebuah jalinan kulit dan daging, melainkan sebuah soft metal yang telah koyak, mempertunjukan core bercahaya pada bagian yang seharusnya ditutupi oleh dadanya.

"Nona... anda..." 
"Aku bukanlah manusia seluruhnya, begitu pula engkau Mark, engkau bukanlah Android seluruhnya."

Alicia berjalan mendekatiku, tangannya membelai pipiku.
"Bagaimana seorang Android bisa sehangat ini?"

Aku membalas belaiannya.

Tangannya... dingin bagai es...

***

Namaku Mark...
Dan aku Manusia.

Seorang anak manusia, akhirnya menjadi Raja,
Ratu ku, Ratu yang ikut berkuasa denganku,
Ialah Hatiku, Ialah belahan nyawaku.

Kami bercinta dan menguasai dunia.






Backstory
 Manusia sudah tidak memiliki harapan lagi. Bagaimanapun juga, sedikit dari mereka membuat sebuah harapan terakhir. Sebuah Apocaypse Tower. Perpustakaan raksasa yang menyimpan DNA serta intisari hidup manusia dan beberapa makhluk hidup lain, agar keberadaan mereka tidak hilang

Bagaimanapun juga, intisari kehidupan tersebut tidak akan melahirkan sebuah kehidupan tanpa perantaraan 'Kehidupan' itu sendiri.

Mereka butuh nafas
Mereka butuh kehidupan
Mereka butuh orang tua
Mereka butuh Adam dan Hawa.

Senin, 12 Agustus 2013

Janji Gadis Kecil Terpenuhi

Anak Lelaki itu agaknya sudah tidak peduli lagi, Pikirnya, telah dilupakan sosok sang Gadis Kecil yang ia nanti-nanti.

Siapa sangka ia baru menampakan diri sekarang?

Kala itu, siang hari yang panas ketika Anak itu memesan menu makan siangnya. Ia berpesan ke pelayannya, agar makanan pesanannya dibawakan ke meja makan di luar ruangan.
Cahaya matahari menembusi dedaunan dan pohon, angin sepoi-sepoi berhembus makin menyamankan dirinya.

Seiring lagu Wonderful World yang digumamkan Anak itu, muncullah Gadis Kecil yang ditunggunya.

Ia terkejut.

Gadis Kecil kini sudah bukan Gadis Kecil lagi, kini ia telah menjadi gadis remaja yang manis.
Ia nyengir lebar melihat sang Anak Lelaki itu yang masih terkejut.
Perlahan, Anak Lelaki itu ikut tersenyum

"Kau mengaggetkanku."

Mereka tertawa bersama.

***


Gadis Kecil, Gadis Kecil
Mengapa engkau menangis?
Dibawah matahari musim panas
Apakah yang membuatmu bersedih?

Oh, ia tidak tahu tentang dunia
Rahasia yang tersembunyi pada setiap beluknya
Angin musim panas hangat berhembus
Terbangkan semua mimpi indahmu

Gadis Kecil, Gadis Kecil
Janganlah engkau bersedih
Lihatlah ke langit, lihatlah lukisan awan
Bila engkau dapat melihat
Pelangi sehabis hujan,

Bentangkanlah sayapmu. Gadis Kecil
Apabila engkau akan menghias angkasa
Senja akan indah sore ini
Aku akan menunggumu hingga kau terbang.


Gadis Kecil, Gadis Kecil
Kini senyummu manis
Lihatlah Sayap Pelangi
Kini bertumbuh menjadi sayap Langit

Apa yang ia tahu tentang dunia?
Kini ia menemukan jawabannya
Rahasia yang tersembunyi
Bisa kau atasi dengan hati.

Oh, ia mengajarkanku
Bahwa  kebahagiaan tidak untuk dinanti
Ia mengajarkanku
Kebahagiaan dapat kuciptakan

Lewat torehan pena
Kulihat ke langit, kulihat lukisan awan
Telah kulihat
Pelangi sehabis hujan,

Gadis Kecil membentangkan sayapnya,
Siang ini cerah dan tenang
Oh, lihatlah sang Gadis Kecil
Ia tidak sabar meraih mimpi.



"..."

"Ah, aku mengerti, engkau kini bahagia kan?

lihatlah sayapmu, kelihatannya engkau tidak sabar meraih mimpimu,"

"..."

"Aku akan menunggumu lagi, mau tahun depan, atau tahun depan berikutnya,"

"..."

"Ya benar, pada akhirnya engkau selalu ada disampingku..."

Sayap Kosmisnya melebar. Andromeda, Bimasakti, Magellan menghiasi sayap itu.
Sayap yang lebih elegan, perkembangan dari sayap pelangi tahun lalu.


Dan dengan satu kepakan penuh percaya diri

Ia terbang kembali ke rumahnya di angkasa.



Skygazer

Stargazing-melihat bintang-bintang

Salah satu kegiatan sederhana yang menurut saya sangat menarik hati, caranya sangat mudah, ketika malam datang, dongakan kepalamu, carilah rasi bintang favoritmu dan berceritalah kisah tentang hidupmu.
Tetapi, berhubung saya tinggal di wilayah perkotaan yang sumpek, apalagi wilayah industri, Stargazing tidak terlalu jelas terlihat, dan hanya menampilkan siluet-siluet dari sedikit bintang yang masih terang benderang di langit.



Sementara siang hari, saya sebut sebagai Skygazing-melihat langit

Tidak kalah jauh dari Stargazing, asalkan kau bisa mendapatkan posisi awan yang indah dan menikmati rahasia cahaya matahari yang menyengat, dan paling susah, beradu dengan keringat.

Tidak ada perasaan lega selain membayangkan tumbuhnya sayap di kedua punggungmu, kemudian, kau meluncur ke atas, menyelubungi dirimu dengan awan, dan terus terbang ke arah matahari.
Tidak ada imajinasi yang lebih luas selain menjadi bagian dari salah satu rasi bintang disana,

Ketika kenyataan menyepakku di pinggir jalan,
dan membentakku karena melamun dan melakukan hal-hal sia-sia,
Langit hanya satu-satunya temanku dimana aku bisa menceritakan imajinasiku.




Minggu, 11 Agustus 2013

Croissant in The Morning

Senin, 12 Agustus 2013

Agaknya saya salah melihat tanggal kembalinya saya bersekolah. Waktu yang tertera di kertas adalah tanggal 13,  sementara saya sudah ada di asrama tanggal 11.

Orang-orang ya pasti nyebut saya pekok
Alhasil, 2 hari ini saya menjadi raja asrama, makan- makan sendiri, tidur-tidur sendiri, begadang juga cuma sendiri.
Pagi ini saya hanya sarapan semangkuk mie cup dan sekotak susu, anggap aja sedikit penghematan karena ga ada restoran lain yang buka.

Hari inipun, karena tak ada kerjaan saya berniat mengunjungi Giant dekat sekolah, jalan kaki 15 menit sudah sampai, dan semoga tempat itu sudah buka karena saya malas berjalan balik ke asrama.

Kemudian, setelah satu malam diamuk BBM sama ibunda, saya menikmati malam kesendirian saya sebagai raja asrama.
Ini bukan hal yang asing atau aneh bagi saya, ya, wong saya emang udah pendiam dari sananya, situasi ini sama saja, hanya volume suara berkurang drastis.

Eniwei kalo saya ga berburuakan siang, 3 jam lagi saya bakal makan pake mi cup lagi dan itu ga enak.

See ya, readers

Jumat, 09 Agustus 2013

Blood On a Vessel

Darah yang mengalir di nadi,
ketahuilah diri ini.

Jiwa, aku adalah dirimu,
Kesadaran, akulah dia,
Akal Sehat, aku dituntunnya,
Kemauan, aku digerakannya
Kesadaran, aku dimengertinya
Imajinasi, aku diimpikannya
Tangis, aku dikasihaninya
Tawa, aku dibahagiakannya


Jantungku Matahari
Lambungku Bumi
Mataku Phobos dan Deimos
Kepalaku Jupiter
Hatiku Bulan

Aku berjalan
Zeus memberiku arah
Tubuhku bergerak
Bahagia ini rasanya

Darah di nadi,
Mengalir di dalam.

Mengalir, Mengalir

Seperti pipa, mengalir

Aku, aku, aku
Dialiri, Dialiri

Kemudian pematik api itu

Mendidihkan darahku laksana magma yang meletus.

Anak Yang Terbuat Dari Angin

Melawan langit biru
Awan bagaikan kawanmu
Menyeka keringat
Angin Menghembusmu,

Anak Yang Terbuat Dari Angin
Kemana tujuanmu saat ini?
Liar seperti sungai
Kau taklukan Angkasa Raya

Engkaukah Elang?
Titisan Garudayana?

Anak Yang Terbuat Dari Langit
Anak Langit
Ingatlah tujuanmu pergi
Niscaya restu alam diberi

Selasa, 06 Agustus 2013

Home

Android tidak bisa bermimpi.
Tak akan, dan tidak akan pernah bisa,
sebagus apapun hardware dan processor yang mereka masukan,
robot tidak bisa bermimpi.

Sehingga, aku anggap kejadian kemarin malam itu hanyalah aliran pendek antar sirkuit jaringanku yang menyebabkan Motherboard memberiku informasi salah pada hubungan 'perintah' dan 'ingatan'

Secara mengejutkan, aku teringat pada diriku saat latihan, 10 tahun lalu di hutan hujan terakhir dunia, Amazon, Amerika.

Aku dan Profesor.
Ia adalah penciptaku, guruku, serta orangtuaku.

"Kau adalah Manusia, Mark."
"Kau adalah Manusia...."

kata-kata yang sama, berputar-putar didalam kepalaku, Profesor juga, berputar-putar bagaikan kain seprai yang tetiup angin. Kata-kata dan Profesor, langit yang berubah menjadi polkadot dan secara berkala berganti motif layaknya wallpaper tembok, daratan yang kuinjak, perlahan berubah menjadi Lego dan membentuk sebuah gedung menara.
Menara yang kukenal bentuknya adalah Pilar Tuhan, dibangun di alaska, menara itu merupakan brankas penyimpanan sejarah dunia.
Lukisan monalisa dan karya-karya Leonardo da Vinci,
Sakrofagus mumi Mesir,
Deklarasi kemerdekaan U.S.

Bahkan, DNA manusia terakhir...


"Marky! Marky!"
"Ada apa, nona?"

Alicia memandangku dengan khawatir, ah, apa ekspresiku seburuk itu?
Aku melakukan quick scan pada tubuhku, tidak ada kesalahan serius, kelihatannya aku hanya terlalu capek.
Setelah memastikan kondisiku sudah segar, aku bangkit.

"Kemana kita akan pergi?" tanya nona penasaran.
"Alaska," Jawabku, "Mari kita mengunjungi rumah kita yang baru."

selama bertahun-tahun, kujalani dunia tanpa tujuan, selama bertahun-tahun, aku pelajari manusia dari sisa peradaban mereka, bertahun-tahun kemudian, aku bertemu dengan manusia terakhir, nona Alicia, dan bertahun-tahun kemudian, kami baru menemukan tujuan kami sekarang.

Pada hari ulang tahun nona Alicia yang ke 35, kami sampai di tempat ini.
Alaska bukan lagi sebuah daratan besalju yang dulu kalian kenal, kini tempat itu merupakan sebuah Dunia air. dimana pulau-pulau karang yang bertahan dikelilingi oleh lautan.
di salah satu pulau raksasa itu, sebuah menara berdiri dengan tegak.
Sulit di percaya bahwa menara yang lebih tinggi daripada menara Dubai itu dibangun diatas karang.


"Kita sampai, nona,"
"Tinggi sekali ya,"

Menara ini tidak dipagar atau ditembok, 3 rangka kaki yang menyangganya mengingatkanku akan konstruksi roket pada masa pra-luar angkasa.
"Omong-omong apa benar ini rumah baru kita?"
"Untuk dapat memahami rumah, nona pertama kali harus belajar.
Tempat ini, akan menjadi media pembelajaran, sekaligus rumah bagi nona,
Karena nona adalah Manusia terakhir di bumi ini, nona harus mengerti apakah diri nona sendiri..."

lift terbuka...

dan kami masuk....



Jumat, 02 Agustus 2013

Pohon Kehidupan

Aku android terakhir di muka bumi.
Android terakhir, bersama manusia terakhir.
Nomor serialku, M-475K, Mark.

Dan gadis disampingku.... Seorang manusia. Seperti diriku, ia juga manusia terakhir di muka bumi ini.
Manusia terakhir berkelana bersama android terakhir. Dua eksistensi yang masih bertahan ditengah-tengah permukaan bumi yang hampir mati.
Terkadang, ada perasaan mengganjal pada diriku, mengapa harus ada 'sisa' dari apa yang seharusnya telah habis?
Berbagai buku telah kubaca, berbagai pengarang telah kupelajari ilmunya.

Manusia adalah makhluk yang kompleks, saking kompleksnya, mereka telah berkelana kedalam dimensi yang terlalu jauh untuk mereka.

Kisah Alice in Wonderland selalu menjadi visualisasi manusia, mereka menemukan seekor kelinci lucu yang berlari melalui pintu rahasia, manusia terus mengikuti kelinci itu untuk kemudian diadili atas rasa penasaran mereka.

Kucing akan mati karena rasa penasaran.


"Mark! Mark!" gadis itu menarik-narik lengan bajuku yang tengah me-maintenance sistem dalam tubuhku, omong-omong, aku harus memberinya nama, ia tidak bisa bebicara, tepatnya, ia tidak pernah diberi pendidikan berbahasa, entah apa yang terjadi padanya sebelum Hari Kiamat saat itu...

Untunglah proccessor ku sudah di upgrade ke tingkat 'Genius' dan memiliki tingkat keakuratan paling tinggi. dengan ini, aku bisa menebak apa yang ia inginkan.

Kemarin ia memperkenalkan namanya, Alicia. Seperti kisah yang baru saja kubicarakan, Alicia.

Alicia menunjuk-nunjuk pohon tempatku bersandar, kemudian ia menunjuk pohon-pohon lain, tempat kami saat ini telah berada di luar New York, kami berjalan menuju daratan baru, kami tak punya tujuan.

Kembali ke cerita, ia menunjuk-nunjuk pohon-pohon sekitar kami, serta rumput-rumput hijau di kaki kami.

"Apa ini?" tanyanya,
"Ini adalah tumbuhan, nona, mereka organisme hidup yang menciptakan makanan sendiri," jawabku
ia kelihatannya mengerti kata-kataku, aku makin penasaran mengapa ia tak bisa bicara,

"Warnanya aneh... tapi ketika mereka terkena cahaya, kelihatannya cantik sekali,"
"Memang begitulah, rahasia keindahan warna berasal dari bagaimana kau melihatnya," Mengutip kata-kata seorang seniman, aku menjawab pertanyaan nona.

Pohon ya...
Aku masih ingat masa-masa ketika aku pertama kali dioperasikan. Prototip Android terbaik, aku mendapat pelatihan di hutan, aku tak mengerti, untuk apa dilatih di hutan kalau nanti aku akan melayani manusia-manusia di hotel?

Saat itu aku masih baru, dan tak mengerti.
"Mark! Mark!" Alicia kembali menggoncang-goncang tubuhku, kali ini, ia menunjuk ke sebuah benda yang ada diatas pohon, benda bulat dengan warna merah elegan.
Aku mengambil buah pohon itu dan memberikannya pada nona, matanya berbinar-binar ketika menerimanya, dan ia memakan buah itu dengan lahap.

***
"Bukankah menyenangkan kalau kita bisa bersama seperti ini terus? seperti pohon raksasa dengan akar-akarnya yang saling merambat..."
Profesor merengangkan tangannya seakan-akan ia bisa terbang, jubah putihnya berkibar-kibar kala angin jurang bertiup.

"Inilah mengapa kau dilatih disini, Mark,"
Ia berpaling dan berjalan ke hadapanku.
"Kehidupan, adalah akar dari sebuah pohon raksasa, manusia, adalah buahnya. Kita semua terhubung, sebenarnya satu, namun layaknya buah jatuh, kita pula akan terpisah satu-persatu."

Ia menjelaskan dengan senyum damai di wajahnya seakan ia baru saja ayat pada kitab suci.
 "Mengapa aku diberitahu semua ini? Apakah ini catatan penting? Apa aku harus menyimpannya dalam RAM?"

Ia memegang pundakku,

"Simpanlah dalam hatimu... Kau adalah manusia kami, Mark..."

***
Aku terdiam.
Terdiam namun tidak men-setting diriku menjadi mode maintenance.
Nona Alicia bersandar disebelahku, matanya tertutup dengan damai.

Seperti pohon raksasa...

Mungkinkah akarnya nanti akan menuntun kami menuju tujuan kami?

Tujuan...

Apa kami memiliki itu?