Sabtu, 27 Juli 2013

Kunang-Kunang Terakhir

Namaku Mark.
Robot humanoid abad 24 ciptaan manusia, prototip AI paling sukses yang pernah diciptakan manusia sepanjang sejarah.
Aku adalah penghuni terakhir dunia. Di tengah-tengah kekacauan seleksi alam yang tengah berlangsung, aku hanyalah langkah-langkah semu dari ciptaan yang hampir menyamai sebuah langkah manusia, ya, hampir menyamai.

Sementara, tidak jauh dariku, ada langkah-langkah lain, langkah-langkah yang lebih enerjik, lebih kuat, lebih lincah, dan lebih ceria.
Langkah-langkah yang berasal dari tubuh sesosok gadis, berambut panjang hitam, mengenakan gaun pantai tipis yang kini telah berdebu dan robek.
mulutnya terbuka, mengeluarkan tawa bahagia yang sama seperti yang kudengar 5 jam lalu.

"I see tree of green, la... la... red roses too, i see them blown, la.. la.. for me and you..."

Setiap langkahnya bagikan tarian, sang gadis mengikutiku sepanjang Highway yang bertahun-tahun lalu penuh dengan mobil berkecepatan mematikan, kini menjadi jalur mati.

"Mark! Mark!" seru gadis itu,
aku berbalik dan menjawab, "Ya, nona?"
"Ha ha ha! Mark!" ia hanya tertawa bahagia sambil memanggil namaku, kemudian berlari dan memelukku

"Mark!"

 Aku tidak tahu apa yang membuatnya mampu bertahan di tengah-tengah badai radiasi mematikan tersebut, tetapi bagaimanapun, ia menyimpan misteri yang besar.
Usianya 14 tahun, tetapi entah kenapa, kelakuannya seperti anak-anak. Aku kira perkembangan mental dewasanya tidak maksimal,
selain itu, tidak ada kata yang bisa dia ucapkan selain bernyanyi lagu What a Wonderful World. Dia tidak bisu, dia hanya baru belajar sedikit dari kata-kata yang ada.

Kami berjalan bersama semenjak hari itu, programku yang tidak dapat mengacuhkan seorang manusia menjadikannya tamu khusus bagiku. Aku menyediakannya tempat tidur, makanan, serta perlindungan, walau hanya itu saja yang bisa kuberikan padanya.

Ada suatu hari, dimana kami berjalan melalui padang rumput. Saat itu seperti biasa, gadis itu berjalan sambil menari, menyanyikan lagu Wonderful World
Ia tidak memperhatikan jalannya, dan ia jatuh terjerembab.
Aku terkejut, kudekati tempatnya jatuh, dan kubantu dia berdiri lagi.

Ia menangis, gaunnya kotor,
"Jangan menangis nona, akan kucarikan pakaian lain," aku mencoba menenangkannya, tetapi tidak berhasil.
Andaikan 'mereka' tidak keluar, mungkin aku harus membujuknya berkali-kali agar ia bisa berhenti menangis,
'mereka' adalah makhluk hidup berukuran kecil, serangga yang hidup di rerumputan, menggunakan cahaya untuk menarik pasangan jenis.

Kunang-kunang.

Bola mata gadis itu terarah pada kunang-kunang, air matanya berhenti mengalir, bahkan gantinya, aku melihat sebuah cemerlang di bola mata itu.
Sebuah cemerlang yang sama, pernah kulihat bertahun-tahun lalu, cemerlang yang tak bisa kucari di database manapun dalam memoriku, mungkin itu hanyalah error sesaat.

Tetapi, bagi sosok di hadapanku, yang kini bangkit dan kembali berjalan dengan kedua kakinya, matanya terpana pada sihir bimasakti mini itu.

Manusia tidak akan bisa lepas dari keindahan,
Layaknya manusia itu sendiri, indah,
Seperti karya sastra dalam buku-buku,
ataupun lukisan diatas kanvas.


Kunang-kunang itu adalah koloni yang pertama kali kulihat sejak aku berjalan mengelilingi dunia, mungkin... aku bisa kukatakan bahwa mereka adalah salah satu koloni seni maha agung yang terakhir. 

Rabu, 24 Juli 2013

Gadis Dibalik Debu

Berjalan di rongsokan besi, seorang robot humanoid berjalan gontai dengan peralatan-peralatan yang ia punya. Bajunya lusuh dan kecoklatan, hasilnya berjalan menembus badai debu selama bertahun-tahun, berbulan-bulan.
Sekilas matanya nampak menipu, mata biru bersih seakan mata manusia itu menyorot angkasa, dengan jelas mencerminkan setitik harapan. Harapan apa yang ia panjatkan?
Sebagai robot, ia tidak mengerti makna kesendirian, entah ia memiliki ultra proccessor dengan kecepatan 500 tera per detik, ia tidak pernah mengerti apa makna tulisan-tulisan sastra itu, ia tidak mengerti, kenapa mereka sendiri? Mengapa mereka kesepian? Mengapa mereka menangis bila orang yang dicintai pergi? Apa makna pertengkaran sepasang kekasih?
Sang robot kembali menyisir langit dengan dua lensa safirnya, bumi gelap gulita dengan jelas menunjukan alam langit dengan indahnya, virgo bersinar mengikuti kedua peliharaannya, bermain diantara padang bintang Hera.
Bintang utara bersinar paling terang, menunjukan arah bagi mereka yang tersesat. Seperti halnya para pelaut yang tersesat, Mark sendiri, tengah mencari jalannya, sebuah jalan tanpa tujuan, dan lebih lagi, tanpa arah.

Merasa cukup jauh berjalan, sang robot memutuskan untuk beristirahat.
Rerongsokan sebagai alas, ia menyandarkan diri, logika virtualnya mengatakan bahwa ini adalah posisi yang tidak mengenakan untuk manusia, tetapi ia berusaha mengacuhkannya.
Semenit-dua menit, ia hanya terduduk, dari jubah lusuhnya, ia ambil sebuah buku.
Hamlet karya Shakespare, edisi bahasa Jerman. Membuka lembaran yang ia tandai, ia kembali mencerna salah satu karya ras penciptanya yang kini tersisih dari seleksi alam.

"Huah!"

Sebuah suara mengejutkan Mark. Sebuah suara dari tumpukan barang rongsok yang jatuh di belakangnya.
Merasa penasaran, ia menyusur sampah-sampah di dekatnya, kearah suara tadi berasal.

Disana ia menemukan, sesosok gadis, dengan rok panjang putih yang kotor, terlihat jelas disana jejak-jejak perjalanan yang sama seperti yang dilalui sang robot,

Sang robot, perlahan keluar dari balik rongsokan,
Matanya beradu dengan sang gadis,
Dan sang gadis yang terbaring diantara debu, yang awalnya memasang wajah terkejut, kini beralih menjadi sebuah senyum yang manis.

Minggu, 14 Juli 2013

Akhir Liburan

4:46

Jam terakhir saya menikmati 3 minggu yang cepat ini, dan sebentar lagi, saya akan masuk ke sekolah berasrama, sekali lagi masuk kedalam sosialita, masuk kedalam pergaulan.
Jujur, sebenarnya saya jengkel, sekali lagi melihat orang-orang yang mengenal saya, sekali lagi bertemu orang-orang yang memandang saya dengan pandangan mereka.
Mereka bilang saya pendiam lah, lugu lah, penyendiri, ga mau berbaur.
Ya, maaf saja kalau saya hanya jadi orang yang kerjanya tiap hari mojok di kelas dengan hobi saya sendiri, sementara orang-orang normal di luar sana berbahagia dan ribut-ributan, ngobrol dengan senangnya.

Seperti yang saya post di Price of Sociality, tahun ajaran baru inipun saya harus membayar mahal dalam sosialitas, harga mahal sebagai orang yang berbeda, harga mahal sebagai orang yang melihat dunia dengan kacamata berbeda, sebuah dunia yang saya huni, yang penuh dengan warna kelabu, kemudian sebuah dunia yang saya impikan, yang saya dambakan. Dunia indah di atas kertas, atau di layar monitor sekalipun.
Bagi seorang pelarian seperti saya, ya, dunia itu adalah segalanya.

Bulan Juli... Tahun ajaran baru...
Aku menanti bertemu dengan Gadis Kecil...

Sabtu, 13 Juli 2013

Bumi yang Abu-Abu

Ini adalah dunia yang kecil.
Dunia kecil yang telah kehilangan cahaya serta kuasanya.
Gemerlapan cahaya laser atau suara gendang perayaan, tidak nampak lagi.
Wajah-wajah yang kusapa tiap hari sudah mati.
Tidak ada apa-apa lagi,
Hanya dunia abu-abu ini yang masih berdiri.



Bumi, 2XXX A.D
Angin panas mendesir melewati reruntuhan kota New York.
Dimanapun, yang kulihat sama saja, langit coklat gelap, gedung-gedung kaca yang hampir rubuh, mobil-mobil yang kosong dan hancur bertabrakan.
New York, yang pada waktu itu adalah sebuah metropolitan terbesar di dunia kini menjadi reruntuhan yang dililiti tanaman-tanaman serta aspalnya yang hancur akibat akar pohon yang menyembul keluar dari tanah.

Diriku, berjalan sendirian melalui reruntuhan-reruntuhan, di planet yang sudah kehilangan peradaban terbesarnya,
Manusia, sudah tidak ada.
Manusia sudah musnah,
Manusia, hanya merupakan bukti eksistensi masa lampau dengan ribuan kota di dunia sebagai buktinya.
Sementara aku?
Tidak, aku bukan manusia.

Aku hanyalah makhluk hidup yang diciptakan dari komponen genetik manusia. Kecerdasanku diinput lewat komputer, dan emosiku di rekayasa sedemikian rupa sehingga mirip manusia.
Mereka menyebut yang seperti aku, dengan nama 'Android'
M-457K. 'Mark' adalah namaku.
Dan aku pula, bisa dibilang 'Android' terakhir dari mereka semua yang akhirnya berhenti berfungsi.

Manusia memang sudah mati,
Radiasi Masiv Tidak Terlihat, 'sinar Ultraviolet' khusus yang diklaim mampu menyembuhkan kanker pada tubuh manusia, tidak berjalan seperti yang para penemunya inginkan. hanya dalam waktu 2 bulan, radiasi ini menyebar ke seluruh bumi dengan ganas, layaknya monster tidak nampak yang dilepas memangsa umat manusia dengan ganasnya.
Bumi dengan cepat jatuh ke dalam krisis dan pertikaian, tidak ada cara untuk menghentikan bencana ini, tidak ada pula cara untuk menyelamatkan diri bagi manusia.
Aku tidak ingat sudah berapa tahun lewat setelah aku melihat manusia terakhir mati mengenaskan dengan kanker hidup di sekujur tubuhnya...

Manusia sudah hilang, keberadaannya sudah musnah dari catatan alam semesta.
dan kini Bumi hanyalah sebuah planet mati, dengan catatan peradabannya, serta misteri kelam yang menyelubunginya.

Bertahun-tahun, bertahun-tahun
aku tidak pernah menemukan siapapun yang hidup.
hanya hewan-hewan buas, serta tanaman-tanaman yang kutemui,
kehidupan lain yang menapaki Bumi, mencari makan diantara mayat-mayat manusia.

Akankah ada kehidupan baru yang muncul?
Intelegensi baru yang berkembang dari makhluk-makhluk kecil ini, apakah mereka akan menguasai dunia?

Entah, siapa yang tahu.

Aku disini, hanyalah saksi terakhir dari perjalanan bumi ini.

Rabu, 10 Juli 2013

Gadis Kecil dan Lelaki Pemimpi

Aku punya sebuah kisah, kisah yang lama kubuat sejak pertama kali aku menjejakkan kaki di kehidupanku yang baru. Ada seorang lelaki, lelaki menyedihkan yang kerjanya hanya hidup. Hidup, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sementara bagian lain darinya hampir mati, bahkan sudah mati. Saat itu, ketika ia tidak bisa lagi melakukan apa yang dia sukai, dimana goresan pena hanya garis belaka yang tidak menarik. Semua hanya seperti itu, bersamaan dengan arus pelan, arus yang amat membosankan.

Saat itu adalah sebuah hari di tengah musim panas, dimana berpisah dari pendingin udara terasa amat sulit dan es krim adalah satu-satunya persediaan tangki pendingin dalam tubuh, Laki-laki itu, berjalan sendirian ke taman. Tidak ada apapun yang ingin dia lakukan, hanya jalan-jalan berkeliling, sebab ia sangat bosan.

Itu adalah pertemuannya dengan seorang gadis kecil.

Gadis Kecil... hanya itulah pangilannya, tidak ada nama yang dapat mengasumsikan tawa kanak-kanaknya itu, tidak ada yang bisa mencerminkan kesuciannya.
Gadis Kecil memiliki sayap. Sayap merpati pelangi yang indah, berlukiskan warna-warna yang saling berharmoni, membawa siapapun yang melihatnya terpaku akan keindahannya.

Sebuah kenangan musim panas, tercipta dari pertemuan lelaki itu dengan seorang Gadis Kecil. Sejak hari itu, Lelaki tersebut menegaskan pada dirinya bahwa musim panas tahun depan, ia akan bertemu kembali dengannya.

Musim panas akhirnya tiba satu tahun kemudian,
Tetapi tiada yang ia temukan di kursi taman musim panas itu,
Dan kemudian, musim panas tahun depan lagi
Tetap tidak ada yang duduk di kursi taman itu.



Hingga kemudian, Lelaki itu sadar
akan goresan pena di buku catatannya.
Perlahan ia merenung

ia terdiam

ia bersedekap pada dirinya sendiri

antara nyata dan palsu

antara ilusi dan kebenaran

Gadis Kecil, Gadis Kecil

masihkah engkau diluar sana?

Selasa, 09 Juli 2013

Sugar In The Morning

Pagi yang tenang di minggu terakhir liburan, setelah gagal nonton Sailor Moon, saya kemudian membuka laptop untuk sekadar browsing di internet, menghabiskan waktu yang tidak tahu saya gunakan untuk apalagi, "Liburan kok diam aja? lakuin sesuatu yang berguna dong!"  ya, kata-kata ortu saya selalu diulang-ulang bagai rekorder, maaf pah, bu, tapi saya bukan Spider-Man, bukan super hero yang nyelametin orang, apalagi yang bisa saya lakukan selain nulis blog dan pasang status facebook, dan download anime, dan...well you know...

Irama santai lagu jazz mengalur dari handphone saya, membuat pagi ini makin menyenangkan, masih segar rasanya kalau membayangkan liburan ini. Liburan yang terkesan agak membosankan, tetapi merupakan sebuah berkah, karena di hidup saya yang sudah menjejaki 'hard-mode' ini saya bisa bersantai tidur-tiduran sambil membiarkan imajinasi membawa saya entah kemana.

Rencana hari ini masih sama, ngehabisin waktu buat nonton kartun dan main game, ga ada yang khusus untuk dilakukan kecuali nanti kalau saya ingin menulis entri baru di blog ini. Ciao!

Senin, 08 Juli 2013

Price of Sociality

Post kedua akhirnya dibuka dengan sebuah gambar anime, mungkin saya sudah bilang kalau salah satu hobi saya adalah menonton anime-anime 2D buatan jepang, dimulai dari antusiasme saya pada animasi tersebut 3 tahun lalu, saya jadi mempunyai banyak teman di dunia maya, walaupun saat ini antusiasme saya mulai berkurang semenjak mulai kembali ke sosialita dan arus dunia maya yang... aneh...

anime diatas berjudul Yahari Ore no Seishun Love Comedy wa Machigatteru, berkisah seputar seorang anak SMA penyendiri, hampir tak punya bernama Hachiman Hikigaya. Pandangan nya tentang dunia dan sosial sangat berbeda dari kebanyakan, dimana contohnya, anak-anak seumurannya asik mengobrolkan tentang kehidupan mereka, ia hanya berasumsi bahwa mereka hanya pembohong dengan dunia kebohongan mereka sendiri.

Sekilas, anime ini agak mirip dengan Boku wa Tomodachi Ga Sukunai, dimana si protag cowok terdampar di klub bersama 2 cewek cantik yang juga member klub, tetapi apa yang menarik mata saya, adalah filosofi yang ada pada anime ini, terutama pada Hikigaya sendiri. Seorang yang sendiri, loner, tetapi mempunyai sebuah pemikiran luas. Pemikiran-pemikiran ini agaknya menggugah saya untuk terus mengikuti anime ini, (walaupun sampai saat ini, saya baru menonton 3 episode)

Sebagai orang yang penyendiri di sekolah saya, saya selalu berpikir, apa ada tempat bagiku di sosialita? Apakah salah bagiku untuk duduk diam di kursi meja belajar sementara anak-anak lain merencanakan liburan berkelompok mereka dengan wajah 'liburan-ini-bakal-seru' dan semacamnya?

Tahun pertama saya sekolah di SMA, mayoritas pemikiran saya adalah pada sosialisasi tersebut.
sosial, sosial, sosial, sosial, berbaur, berbaur, berbaur,
sedikit demi sedikit saya seakan menemukan 2 jalur berbeda. Sebuah jalur penuh gelombang, berisi orang banyak dengan segala hal mayoritas didalam mereka, serta sebuah jalur sepi dimana hanya beberapa orang ada disana, berjalan dengan apa yang mereka punya, hal yang amat langka.

Dan saya, entah kenapa, berada diantara dua jalur itu, selalu berpikir manakah yang baik atau yang salah, berpikir, apakah sosiality harus mengikuti sebuah gelombang keras, berpikir, apakah salah bila saya mengikuti gelombang yang pelan.

"Lebih baik kamu dibenci dirimu sendiri daripada kamu disukai karena menjadi orang lain."
-Kurt Cobain, (Nirvana)

 Apa yang salah, dan apa yang benar.
Dalam sosialisasi itu semua hanyalah garis batas semu yang tidak semestinya diatur sebagaimana hukum mengatur garis batas negara.
Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menjadi diri sendiri, apalagi diri sendiri yang dapat berkarya, berguna bagi orang lain, membuat sesuatu yang diakui, dan menjadi angin segar untuk dunia yang pengap ini.

Tidak masalah, apakah arus yang kau ambil adalah arus yang kencang, atau yang pelan.
jangan takut dari ancaman pihak seberang, mereka tak punya hak untuk mengesahkan garis semu itu, menjadikannya sebuah garis batas dan membuat tembok raksasa disana.

Karena apapun kamu, siapapun dirimu, janganlah takut akan sosialita, jadilah dirimu sendiri, lakukan apa yang dikatakan hatimu, karena walaupun engkau seorang manusia penyendiri, engkau pasti tetap mendapat jatah kebahagiaan di dunia ini.

"Ketika kalian saling menyalahkan orang lain, aku menempuh semua masalahku sendiri. Sekarang lihatlah, aku yang paling kuat."
-Hachiman Hikigaya



anyway, bonus

 

Appetizer

Ini udah beberapa tahun setelah gua bikin 2 blog sebelumnya yang... well... berujung gagal. Mungkin emang gua sebagai penulis yang niatnya masih setengah-setengah, atau nasib memang tidak menuntun saya untuk lebih banyak melakukan hal yang lebih baik di depan komputer selain flamming internet war atau download bokep sama anime, berbeda dengan blog-blog aneh itu yang kini udah jadi masa lalu, blog ini ga lebih ga kurang cuman sebagai 'diary' atau lebih jantannya, 'journal'.

kemudian, namanya, Everyday Menu, apa saya akan posting makanan disini?
kayanya ngga... well, mungkin suatu hari kalau saya bosan saya akan post makanan, tapi saya ga ada niat khusus buat bikin post tentang makanan. Setiap hari kita makan sesuatu, mengunyah, menelan, kemudian mencernanya. Sama kira-kira seperti jiwa kita, yang makan kejadian harian, kemudian mencerna menjadi sebuah pelajaran untuk kita sendiri. Makan adalah kegiatan basic manusia, kalau ga makan ya ga bakal bisa hidup, kalo jiwa kamu ga makan, jiwa bakal kelaparan, kemudian mati karena ga ada makanan.
Everyday Menu, adalah halaman cyber khusus berisikan catatan apa yang telah saya makan hari ini, tentang enak atau tidak, itu tergantung bagaimana jiwa saya mengecapnya.

cukuplah hidangan pembuka ini, saya sampaikan sampai sini saja, ini hanya halaman web kecil dari sekian banyaknya halaman-halaman raksasa lain yang ada di dunia, tetapi kiranya halaman ini akan berguna, setidaknya bagi diri sendiri.