Minggu, 15 Desember 2013

Gereja, Gelap, Semut

"Semakin lama makin gelap," suara jam yang berdetik pelan, angin yang berhembus sepoi dan burung yang berkicau. layaknya seorang malaikat yang meninggalkan utusan Tuhan, cahaya sore itu meninggalkan mozaik gereja yang menggelap, perlahan digantikan oleh nyala senyap lilin-lilin di hadapan patung santo Petrus dan Bunda Maria, seorang laki-laki yang duduk diam di bangku paling belakang gereja, kecewa atas kepergian sang malaikat, dan kurang lebih, kecewa atas datangnya kegelapan yang menelan segala keindahan yang ia saksikan.

Tangannya kembali tertangkup, berdoalah ia pada Tuhan-Nya, seorang manusia biasa yang bukanlah orang yang taat, seperti manusia biasa lain, ia merangkak kembali pada salib ketika kesulitan baru datang kepadanya, ia berdoa, berdoa dengan keraguan, berdoa dengan harapan yang disemuti rasa 'bagaimana kalau' dan rasa tidak percaya akan keajaiban-keajaiban yang dikatakan orang-orang taat kepadanya.

"Semakin jenuh, pergilah ia," Sang Pastor yang sudah hapal akan wajah itu, memperhatikannya dari jauh, alkitab serta rosario di tangannya, hanya bisa mendoakan pria itu dari jauh, bukan karena Pastor itu tak peduli, bukan karena dia takut akan peranakan pria itu yang memang menakutkan, ia hanya tahu bahwa sang lelaki itu hanyalah makhluk penyendiri yang hanya bisa berharap suaranya pula didengar oleh Tuhan, disini, di sebuah Dunia bernama gereja yang berpenghuni Pastor, Lelaki tersebut, dan Tuhan, ketika lelaki itu ingin mengobrol empat mata, hanya kepada Tuhan yang memiliki seluruh dunia, Sang Pastor akan menjaganya dari jauh.

Lelaki itu beranjak pergi meninggalkan gereja, usai percakapannya dengan Tuhan, usai ia melantunkan permintaannya, ia menggaruk dadanya, mencoba menyingkirkan semut-semut yang merambat jantungnya. Ia pergi, pergi dan menatap langit, langit gelap, tak ada bintang, bulan bersembunyi, sekali lagi malam gelap sialan, sial, apa salahnya hingga permintaannya tak didengar Tuhan? sialan, sial, sialan, ia tak tahu arah, bukit terlalu gelap, tak ada penerangan, tak ada apa-apa, hanya gelap.

Di balik jendela gereja, Pastor itu hanya bisa mendoakannya.

Selasa, 17 September 2013

Surat Untuk Gadis Kecil

Untuk si Gadis Kecil

Halo Gadis Kecil,
Apa kabarmu hari ini?
Kabarku baik, sangat baik.
Hari ini aku melihat ke langit,
Dan kutemukan rupa wajahmu di angkasa.
Hari ini, awan mengarak pelan,
Kembali ku teringat pertemuan terakhir kita
Walaupun singkat, tapi penuh makna.

Gadis Kecil,
Sepertinya tidak cocok untuk memanggilmu Gadis Kecil lagi,
Engkau sudah tumbuh dewasa,
Rupamu cantik laksana Gadis Belia di masa remajanya...

Gadis Kecil,
Masihkah engkau mengarungi angkasa?
Masihkah engkau membentangkan sayap biru raksasamu?

Gadis Kecil,
Teruslah mengarungi langitku,
Teruslah berada diatas awang-awangku...

Hingga waktunya, kita bertemu lagi

Satu tahun dari saat ini.

Kamis, 12 September 2013

One Week Shot

Cukup lama sejak terakhir saya update, sekitar 3 minggu lebih sejak post saya tentang Warrior of Happiness.
Malam ini, saya ingin melanjutkan tulisan saya, khususnya pada label Meals, yang agaknya mulai ketinggalan dengan label-label cerita saya. Jadi, menginjak umur saya yang tahun ini jadi 16 dan kenaikan pangkat evolet saya menjadi pangkat 2, (saya kelas 2 SMA) menjadi tanda waktu yang telah saya lalui SMA  ini, sebuah SMA asrama dimana saya telah mengenyam pendidikan selama setahun, dan lanjut 2 tahun lagi hingga nanti saya akan lulus dan merantau lebih jauh lagi  ke universitas tertentu demi dunia jurnalistik yang sudah saya jadikan kiblat hidup sejak saya menginjak masa remaja.

Seperti orang tua kita katakan, semakin tua, semakin dewasa, semakin bijaklah semestinya seorang manusia dalam hidupnya. Aspek-aspek kehidupan yang dilalui hendaknya bisa menjadi checklist bagi kita agar bisa menjadi sosok yang dapat bertahan hidup di alam liar manusia yang saya sebut 'masyarakat'. Banyak yang saya pelajari sejak saya beranjak dewasa, mulai dari proses perubahan, berkembangnya pikiran saya menuju kedewasaan, tumbuhnya keberanian untuk berpikir berbeda, serta kita yang mempelajari hasrat antar manusia. Perlahan, saya meninggalkan kekanakan saya yang dulu, masa-masa dimana saya minta diambilkan dan minta dibelikan, kini saya menjadi orang yang mengambilkan atau membelikan, rasa rindu akan kehidupan lama tentunya ada, namun tidak ada satupun hal abadi di dunia.
Dunia berubah seiring waktu berubah, manusia berubah pula, entah ukuran tubuhnya, ataupun dalam hal pemikiran
Kecuali kebodohan manusia, tidak akan pernah berubah.

Kembali ke diri saya bersama topik tentang umur dan waktu, saya mendapatkan adik kelas tahun ini. Adik-adik kelas 10 yang kini menggunakan kurikulum pelajaran berbeda dari kami sekalian yang masih menggunakan kurikulum lama. Tahun ini, giliran kami yang akan menjadi pemegang tongkat kegiatan SMA kami, dimana senior kelas 12  akan resmi melepas jabatannya untuk konsentrasi akan Ujian Nasional, dan dimana angkatan saya memegang kepemimpinan penuh pada murid-murid disini.

Kami berharap menjadi sebuah angkatan perubahan, angkatan baru yang akan membawa nama sekolah ini menjadi lebih baik dan lebih terpandang.
Karena itu juga cita-cita senior kami, sejak dulu hingga sekarang.

Malam makin larut, dan tulisan pendek ini rupanya membuat saya memakan waktu setengah jam untuk menuliskannya, sebab itu, Java Kitchen akan mundur sejenak dan beristirahat hingga waktu yang belum ditentukan, untuk semua yang telah membaca blog ini hingga postingan ini, saya mengucapkan terima kasih.

Sabtu, 31 Agustus 2013

Two Princess

Sebuah kereta kuda berpacu melalui malam berkabut, kaki-kaki kuda itu menimbulkan bunyi ribut yang seketika memecah keheningan malam. Tidak lama kemudian, kereta itu berhenti dekat gerbang jembatan sebuah istana, jembatan itu sedang diputus.

Pengemudia kereta itu memakai pakaian besi seorang ksatria, ia membuka helmnya dan mengadahkan kepala menatap bagian atas gerbang itu, ia tahu walaupun gelap malam tidak menunjukan apapun di atas sana, namun sebenarnya ada 5 orang penjaga dengan senapan laras panjang, bersiap melumpuhkan siapapun yang mencoba masuk ke istana.

"Sir Ratatoile bersama Putri Serena menghadap!" teriak ksatria tersebut sembari mengangkat tinggi bendera kerajaan berupa simbol kuda yang di mulutnya membawa pedang api.

Tidak lama kemudian, terdengar suara derakan dari arah istana, sebuah jembatan terbuat dari kayu meluncur keluar dari sisi bawah pintu kerajaan, jembatan tersebut menyatu dengan susunan kayu yang terbuat di seberang pintu gerbang kerajaan. Ketika jembatan tersebut telah terbentuk, pintu gerbang kerajaanpun terbuka.



Seorang putri turun dari kereta kuda kerajaan. Putri itu masih berumur 17 tahun, dengan gaun putih serta rambut coklat yang diroll kebelakang.
2 ksatria yang berasal dari istana menyambut kedatangan tamu mereka. Satu ksatria adalah perempuan berambut merah, sementara satu lagi lelaki paruh baya hampir botak dengan janggut tipis, pakaian ksatrianya kelihatannya sangat berat, sehingga tidak memungkinkan prajurit biasa untuk memakainya.

"Selamat datang ke kerajaan kami, Putri Serena dari klan Infermogen," ksatria perempuan menunduk, disusul oleh lelaki paruh baya di sebelahnya.

Putri itu terdiam, ia memejamkan matanya sejenak, kemudian tersenyum.
Kakinya sedikit melompat, tangannya membentuk lingkaran, dan sedetik kemudian, ia memeluk ksatria perempuan itu.
"Kirara!" teriaknya dengan ceria,
Kirara, sang gadis ksatria itu mencoba untuk tetap tenang, tetapi wajahnya yang memerah tak bisa disembunyikan. Hal ini membuat 2 ksatria yang ikut menyaksikannya harus mencoba menahan tawa mereka.

"Lama tidak bertemu engkau dan aku!" teriak Putri Serena,
"Putri, jangan disini engkau harus segera bertemu Yang Mulia untuk rapat," tukas Kirara,
"Tidak mengapa!" teriak Putri. "Teman baik Putri ialah Kirara! Putri selalu ingin bersama!" teriaknya lagi.
Serena memiliki gaya berbicara yang aneh. Ia adalah pemimpin dari klan Infermorgen, menggantikan ayahnya yang meninggal. Walaupun masih muda, Serena menjalankan perannya dengan baik.

"Dimana Sang Pencerita?" tanya Putri.
Raut wajah Kirara langsung berubah,
"Ah, bard itu..." Kirara menahan napasnya sesaat.
"Ia telah pergi Putri, Raja telah menawarinya dengan gelar ksatria, akan tetapi bard itu menolak..."
Putri Serena menunduk, ia kelihatan kecewa,
"A-aku yakin ia akan datang lagi! Ia sudah berjanji ingat?" Kirara mencoba menghibur putri.
Sang Putri yang mendengarnya perlahan tersenyum kembali, ia memberi anggukan semangat pada Kirara.

"Sekarang, ayo kita masuk, Yang Mulia sudah menunggu," ajak Kirara.

***
Kirara menyandarkan punggungnya sembari meneguk segelas besar anggur, sementara Pureta, ksatria botak berbadan besar yang bertugas bersamanya melepas pakaian kebesarannya, ia menyandarkan pedang dan duduk berseberangan dengan Kirara.

Tugas mereka telah selesai, Putri Serena telah masuk ke kamar tamu kerajaan, jam malam pun sudah diberlakukan didalam istana, dan hanya para penjaga yang tersisa di luar.

Di tengah malam dingin itu, cahaya obor terasa hangat, Pureta ikut meneguk anggur,
"Aku mendengar kalau kau adalah teman baik Putri Serena, tetapi kalian lebih dekat dari yang kukira," cetus Pureta,
Kirara melirik sebentar, kemudian berpaling lagi.
"Bukankah normal bila seorang Putri kerajaan juga memiliki teman seorang Putri?" Kirara balas bertanya.

Kenyataan bahwa Kirara adalah seorang putri merupakan fakta dimana seluruh masyarakat kerajaan mengetahuinya, akan tetapi seorang putri berpakaian ksatria? Tidak ada sorangpun yang menduganya.

'Nama putri' Kirara adalah Remi'ivaeli von Divinoschuko Inferno, seorang putri yang kini menjalani pendidikan di akademi sihir Magus-itu yang diketahui rakyat.
Remi'ivaeli keluar dari sekolah tanpa sepengetahuan raja, ia memotong rambutnya dan kembali sebagai gadis pejuang bernama Kirara.

"Pertemuanku kembali dengan Serena adalah karena campur tangan orang itu."
Serena mendongak ke langit, sabuk galaksi Meguron membentang melalui lintang barat, sabuk yang berupa jalinan bintang-bintang, bagaikan sebuah selendang yang dijahit bersama permata.


"Derek The Bard"

Prologue, and Story of a Sibling

Dunia tempat orang mati,
Dahulu kala, ketika dunia masih merupakan batu karang semata,
Tersebutlah sepasang Dewa-Dewi, Zor dan Ver.

Zor dan Ver, adalah suami dan istri, mereka adalah 'parent' yang menjadi cikal bakal munculnya dunia kami.

Zor dan Ver mempunyai 3 orang anak. Dan mereka bertiga yang nantinya akan mewakili 'persona' yang ada di bumi.
Persona adalah sebutan kami untuk cahaya, kegelapan, dan manusia. 3 unsur utama yang memberi arti sebuah keberadaan bagi Bumi.

Aileen adalah Dewi cahaya,
Tyamat adalah Dewa yang menguasai kegelapan
Dan Argos, adalah Dewi yang juga manusia pertama di muka bumi.

Kisah demi kisah, menceritakan perselisihan antar ketiga saudara ini, dimana Aileen ingin menguasai bumi dengan malaikatnya, Tyamat dengan iblisnya, dan Argos dengan manusianya.
Argos selalu mengalami kekalahan, disebabkan manusia yang lemah, sementara Aileen dan Tyamat selalu seimbang.

Kisah yang aku ambil ini, adalah kisah yang paling terkenal. Sebuah kisah yang merupakan akhir dari Trilogi Para Dewa.

Tyamat, yang adalah satu-satunya Dewa di antara mereka, diam-diam memiliki rasa cinta kepada Argos. Akan tetapi, didorong oleh dendam akibat kekalahannya, Argos tidak pernah membalas rasa cinta Tyamat.
Tyamat marah, ia menculik Argos, dan memenjarakannya di dunia bawah selama 40 hari.
Dan dalam 40 hari itulah, manusia mengalami penderitaan panjang.

Aileen yang mendengus perbuatan Tyamat, memberinya obat tidur pada makanan Tyamat. Aileen berhasil, ia turun ke penjara bawah tanah untuk menyelamatkan Argos, akan tetapi, Argos telah melahirkan bayi yang didapatinya dari hubungannya dengan Tyamat.

Argos sedih, tetapi ia tidak ingin membunuh bayi itu.
Kata Aileen kepadanya,
" Saudariku, anak ini adalah campuran antara darah penuh kebangaan dengan sebuah darah jahat, tidak ada yang bisa ia lakukan selain merusak,"

"Tetapi saudariku, aku telah memberkati kelahiran bayi-bayi manusia, tidak ada satu bayipun yang tidak pernah merasakan pelukanku, dan tidak ada satu anak pun yang tidak mendapatkan kecupanku..."  balas Argos dengan sedih.

Merasa iba akan duka saudarinya, Aileen memberikan berkat pada bayi itu, ia menyayat kulitnya, dan membiarkan bayi itu minum darahnya yang berkilau bagai emas.
"Engkau jahat, tetapi di saat yang sama, engkau baik.
Ketika engkau dewasa, engkau akan memilih 2 jalan. Cahaya, atau Kegelapan.
Bila engkau memilih cahaya, engkau akan menjadi Persona Aileen, dan bila engkau memilih kegelapan, engkau akan menjadi Persona Tyamat."


Itulah sebuah kisah yang menjadi akhir dari Trilogi Dewa, dan menjadi awal bagi Abad Kerajaan Manusia, serta 'Persona' yang menjadi akar religius manusia.




****

Cerita-cerita itu sering dilatunkan oleh kakakku yang adalah seorang pengembara. Ia berkeliling menjelajahi daratan Vesopotamia, orang-orang desaku mengatakan bahwa ia adalah 'bard', pengelana yang berkeliling dunia dan menciptakan lagu.

Saat itu, aku yang masih kecil hanya dapat kagum akan kisah-kisah kakak laki-lakiku.

Lavestain, adalah namaku.
Tahun ini aku menginjak umur 17. Aku tinggal di sebuah desa terpencil di ujung lembah Eupora bersama adik laki-lakiku yang berusia 15 tahun, Mose.
Aku adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku, biasanya, anak-anak perempuan seumurku sudah memboyong orang-orang kaya maupun penguasa untuk menjadi istri mereka, tetapi, aku disini, membantu mengurus ladang orang tuaku.

Desa tempatku tinggal dekat dengan laut, karena itu beberapa penduduk desa adalah nelayan, termasuk ayahku.
Dengan hasil laut dan panen yang bagus, desa kami bisa mengurus diri kami sendiri tanpa harus menunggu bantuan kerajaan Harkos.

"Kakak, sudah selesai," tukas adikku sambil melemparkan seikat jerami ke gerobak. Aku ikut naik ke gerobak, dan membiarkan adikku menyetir keledai,
Inilah kehidupan sederhana kami, sesekali, gerobak kami berpapasan dengan tetangga dan petani lain, layaknya penduduk desa lain, kami saling memberi salam dan menyapa.

Kami berhenti sejenak di pasar, Mose mengikat kekang keledai ke tiang kayu,
"Mose? Kau ada urusan?" tanyaku padanya,
"Ya, dengan pak tua sebentar, tidak lama kok kak!"
Setelah mengatakan itu, Mose menghilang dibalik keramaian.

Mose memiliki rambut hitam serta mata hitam, berbeda denganku ataupun kakakku yang memiliki rambut pirang. Mose sendiri bukanlah saudara kandungku, orang tuaku menemukannya sebagai seorang balita yang terdampar karena arus laut.
Sejak saat itu, ia menjadi anggota keluargaku. Aku menganggapnya sudah seperti adik kandungku sendiri.

Tidak lama kemudian, Mose kembali dengan segenggam kantong kulit, ia terlihat senang ketika melepas ikatan keledai dan melanjutkan perjalanan ke rumah.
"Kau kelihatan senang, kerja apa lagi kali ini?" tanya ku,
Mose menunjukan 10 koin perunggu dan 5 koin perak,
"Aku berburu jamur langka di gunung dan mendapatkan Cakar Lynx, Pak Tua bilang itu akan sangat berguna untuk obat demam." jelas Mose.
"Setidaknya, dengan uang ini, kita bisa membeli alat tulis dan senar gitar yang baru kan?" Mose berpaling ke arahku dengan senyum lebar, aku mengiyakannya dan mengacak-acak rambutnya yang berantakan.

Matahari sudah hampir terbenam ketika kami sampai ke rumah, cahaya nya jingga bercampur kemerahan, di kaki langit lain, aku sudah bisa melihat bintang dan galaksi Verguso-Selendang Langit.

"Ibu, kami kembali," salamku pada ibu kami yang tengah memasak di dapur, Ibu bisu sejak lahir, sehingga ia membalas salam kami dengan senyuman, ibu berbicara pada kami lewat bahasa isyarat.

"Selamat datang" Ibu membuat gerakan dengan tangannya,
"Ayahmu masih di pantai tolomg panggil dia," lanjut Ibu lagi.

Mose tanggap, ia segera keluar dan berlari menuju pesisir pantai.
Aku duduk di meja makan, roti dan ayam goreng, spesial untuk ulang tahunku sudah tersedia di sana.
Sinar matahari senja yang menembus jendela rumah kami sekilas dihalangi oleh dua sosok tubuh, tak lama kemudian, Mose dan ayah masuk lewat pintu depan.

Ayahku berumur 40 tahun dengan otot kekar dan wajah tegas, luka di mata kirinya dia dapat ketika masa mudanya sebagai tentara kerajaan Harkos.

"Lihatlah, siapa putri kita yang berulang tahun!" ayah mencium pipiku dan mengacak-acak rambutku. Aku menyingkirkan tangan ayah walau ia terus mengacak-acak rambutku dengan paksa, ibu dan Mose hanya tertawa melihat tingkah kami berdua.

Matahari telah terbenam ketika kami memulai jamuan makan malam, khusus untukku yang telah menginjak umur 17 tahun, umur yang istimewa bagi seorang gadis perempuan.
"Bersulang, untuk anak gadis yang telah siap menjadi pendamping lelaki terbaik di dunia!" seru ayah sembari mengangkat gelas birnya tinggi-tinggi.
"Kakak belum mau menikah, yah," sergah Mose.
Diam-diam, aku berkata dalam hatiku bahwa aku tidak ingin menikah, ya, aku akan menjadi pengembara seperti Kak Derek, bard yang telah menceritakanku dongeng-dongeng dari berbagai daratan tempatnya berpijak.

"Ayah, apa Kak Derek akan datang kesini lagi?" aku bertanya pada ayahku, Kak Derek pasti akan pulang pada hari ulang tahunku atau hari ulang tahun Mose, sekadar untuk menceritakan kami kisah perjalanannya.
"Aku yakin ia pasti akan datang, kakakmu tidak pernah melupakan janjinya, bukan?" jawab ayah,
Ibu tersenyum ramah seakan menyetejui jawaban ayah.

Seusai makan malam, aku dan Mose pergi keluar, kami berniat untuk menunggu Kak Derek datang, mungkin kali ini ia akan datang lewat laut?

Kami berdua berbaring di pasir, memandang langit berbintang, hanya untuk menunggu Kakak kami datang.

Kamis, 15 Agustus 2013

A World Lead By The King And His Beloved Wife

Apa arti awal?
Bila selalu ada akhir?

Apa arti kelahiran?
Bila kematian terus membayangimu bagaikan surat ancaman pembunuh bayaran?

Mengapa sebuah peradaban ada?
Bila akhirnya mereka hancur karena ulah mereka sendiri?

Namaku Mark. Android terakhir di Planet abu-abu bernama Bumi.
Aku adalah Raja dunia ini, aku adalah Raja dunia kering kerontang yang seakan tidak lagi memiliki harapan.
Tetapi, dibalik rongsokan besi yang selama ini kulalui, ku temukan kecambah kehidupan baru, setitik harapan kecil dibalik debu keputus-asaan.

Alicia, gadis ku.. Alicia yang selalu bersamaku, Alicia yang selalu memanggil namaku tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alicia yang kucintai, Alicia, Ratu-ku.

***

Namaku Mark

Seiring lift menara yang menutup, kami sampai ke atas permukaan lantai 1 menara tersebut.
lampu-lampu neon berwarna biru bersinar sepanjang lorong pendek yang berujung pada sebuah pintu metal.

Ukuran tubuh kami yang lebih tinggi dari pada lorong membuat kami harus membungkuk sepanjang jalan sampai ke pintu itu. Sebuah roda metal dipasang disana, berperan sebagai pengunci. Aku memutar roda itu, seketika muncul suara keras, dan pintu itu terbuka dengan mudah.

"Kita sampai, ini Inti dari menara ini..."

Menara ini terdiri dari lantai-lantai yang tinggi menjulang hingga ke puncak, setiap lantai dibuat melengkung dengan balkon yang menghadap langsung ke lantai pertama, seakan isi dari menara ini adalah Colloseum modern. Masing-masing lantai memiliki barisan-barisan loker berisi DNA manusia yang tabungnya bersinar dalam gelap.

Penerangan disini tidak berbeda dari penerangan lorong sebelumnya, remang-remang, hanya bersinarkan zat kimia bercahaya dalam gelap. Hanya satu cahaya terang datang dari puncak menara, menyinari sebuah spot di lantai 1 bagaikan spotlight.

Cahaya itu menyinari sebuah... Aku tidak tahu... benda itu seperti sebuah ranjang rumah sakit, tetapi di saat yang bersamaan memiliki tabung yang siap menutup, serta benda itu dipasang pula dengan peralatan-peralatan ber teknologi tinggi lainnya.

***

Namaku Mark,
Logikaku mengatakan bahwa aku adalah android...
Tapi tidak...

Aku adalah manusia.

"Kau adalah manusia kami, Mark"

suara professor bergema dalam telingaku...

Suara Orang tuaku.

"Selamatkan dunia ini, Mark."

***
"Mark? Mark?"

Alicia membangunkanku dari lamunanku,
"Maafkan saya, Nona, hanya sedikit melamun."

Alicia tersenyum.
Sejak kapan senyuman seorang manusia dapat mempesona seperti ini?
Tidak, mengapa aku bisa berpikir seperti itu?
Aku Android yang berbeda dari manusia, aku tidak memiliki hati... aku....

Aku...

Tidak bisa merasakannya.... Jadi mengapa...?

"Marky,"
Alicia mengecup pipiku.

Terkejut, aku mundur beberapa langkah.

"Kau bukanlah Android biasa... Marky..."

Belum terkejut akan kecupannya, aku lebih terkejut lagi akan apa yang ia lakukan,
Ia membuka pita gaunnya, sedikit-demi sedikit, ia menurunkan lengan bajunya, sampai akhirnya gaun itu lepas secara keseluruhan.

Tubuh telanjangnya bukanlah sebuah jalinan kulit dan daging, melainkan sebuah soft metal yang telah koyak, mempertunjukan core bercahaya pada bagian yang seharusnya ditutupi oleh dadanya.

"Nona... anda..." 
"Aku bukanlah manusia seluruhnya, begitu pula engkau Mark, engkau bukanlah Android seluruhnya."

Alicia berjalan mendekatiku, tangannya membelai pipiku.
"Bagaimana seorang Android bisa sehangat ini?"

Aku membalas belaiannya.

Tangannya... dingin bagai es...

***

Namaku Mark...
Dan aku Manusia.

Seorang anak manusia, akhirnya menjadi Raja,
Ratu ku, Ratu yang ikut berkuasa denganku,
Ialah Hatiku, Ialah belahan nyawaku.

Kami bercinta dan menguasai dunia.






Backstory
 Manusia sudah tidak memiliki harapan lagi. Bagaimanapun juga, sedikit dari mereka membuat sebuah harapan terakhir. Sebuah Apocaypse Tower. Perpustakaan raksasa yang menyimpan DNA serta intisari hidup manusia dan beberapa makhluk hidup lain, agar keberadaan mereka tidak hilang

Bagaimanapun juga, intisari kehidupan tersebut tidak akan melahirkan sebuah kehidupan tanpa perantaraan 'Kehidupan' itu sendiri.

Mereka butuh nafas
Mereka butuh kehidupan
Mereka butuh orang tua
Mereka butuh Adam dan Hawa.

Senin, 12 Agustus 2013

Janji Gadis Kecil Terpenuhi

Anak Lelaki itu agaknya sudah tidak peduli lagi, Pikirnya, telah dilupakan sosok sang Gadis Kecil yang ia nanti-nanti.

Siapa sangka ia baru menampakan diri sekarang?

Kala itu, siang hari yang panas ketika Anak itu memesan menu makan siangnya. Ia berpesan ke pelayannya, agar makanan pesanannya dibawakan ke meja makan di luar ruangan.
Cahaya matahari menembusi dedaunan dan pohon, angin sepoi-sepoi berhembus makin menyamankan dirinya.

Seiring lagu Wonderful World yang digumamkan Anak itu, muncullah Gadis Kecil yang ditunggunya.

Ia terkejut.

Gadis Kecil kini sudah bukan Gadis Kecil lagi, kini ia telah menjadi gadis remaja yang manis.
Ia nyengir lebar melihat sang Anak Lelaki itu yang masih terkejut.
Perlahan, Anak Lelaki itu ikut tersenyum

"Kau mengaggetkanku."

Mereka tertawa bersama.

***


Gadis Kecil, Gadis Kecil
Mengapa engkau menangis?
Dibawah matahari musim panas
Apakah yang membuatmu bersedih?

Oh, ia tidak tahu tentang dunia
Rahasia yang tersembunyi pada setiap beluknya
Angin musim panas hangat berhembus
Terbangkan semua mimpi indahmu

Gadis Kecil, Gadis Kecil
Janganlah engkau bersedih
Lihatlah ke langit, lihatlah lukisan awan
Bila engkau dapat melihat
Pelangi sehabis hujan,

Bentangkanlah sayapmu. Gadis Kecil
Apabila engkau akan menghias angkasa
Senja akan indah sore ini
Aku akan menunggumu hingga kau terbang.


Gadis Kecil, Gadis Kecil
Kini senyummu manis
Lihatlah Sayap Pelangi
Kini bertumbuh menjadi sayap Langit

Apa yang ia tahu tentang dunia?
Kini ia menemukan jawabannya
Rahasia yang tersembunyi
Bisa kau atasi dengan hati.

Oh, ia mengajarkanku
Bahwa  kebahagiaan tidak untuk dinanti
Ia mengajarkanku
Kebahagiaan dapat kuciptakan

Lewat torehan pena
Kulihat ke langit, kulihat lukisan awan
Telah kulihat
Pelangi sehabis hujan,

Gadis Kecil membentangkan sayapnya,
Siang ini cerah dan tenang
Oh, lihatlah sang Gadis Kecil
Ia tidak sabar meraih mimpi.



"..."

"Ah, aku mengerti, engkau kini bahagia kan?

lihatlah sayapmu, kelihatannya engkau tidak sabar meraih mimpimu,"

"..."

"Aku akan menunggumu lagi, mau tahun depan, atau tahun depan berikutnya,"

"..."

"Ya benar, pada akhirnya engkau selalu ada disampingku..."

Sayap Kosmisnya melebar. Andromeda, Bimasakti, Magellan menghiasi sayap itu.
Sayap yang lebih elegan, perkembangan dari sayap pelangi tahun lalu.


Dan dengan satu kepakan penuh percaya diri

Ia terbang kembali ke rumahnya di angkasa.



Skygazer

Stargazing-melihat bintang-bintang

Salah satu kegiatan sederhana yang menurut saya sangat menarik hati, caranya sangat mudah, ketika malam datang, dongakan kepalamu, carilah rasi bintang favoritmu dan berceritalah kisah tentang hidupmu.
Tetapi, berhubung saya tinggal di wilayah perkotaan yang sumpek, apalagi wilayah industri, Stargazing tidak terlalu jelas terlihat, dan hanya menampilkan siluet-siluet dari sedikit bintang yang masih terang benderang di langit.



Sementara siang hari, saya sebut sebagai Skygazing-melihat langit

Tidak kalah jauh dari Stargazing, asalkan kau bisa mendapatkan posisi awan yang indah dan menikmati rahasia cahaya matahari yang menyengat, dan paling susah, beradu dengan keringat.

Tidak ada perasaan lega selain membayangkan tumbuhnya sayap di kedua punggungmu, kemudian, kau meluncur ke atas, menyelubungi dirimu dengan awan, dan terus terbang ke arah matahari.
Tidak ada imajinasi yang lebih luas selain menjadi bagian dari salah satu rasi bintang disana,

Ketika kenyataan menyepakku di pinggir jalan,
dan membentakku karena melamun dan melakukan hal-hal sia-sia,
Langit hanya satu-satunya temanku dimana aku bisa menceritakan imajinasiku.




Minggu, 11 Agustus 2013

Croissant in The Morning

Senin, 12 Agustus 2013

Agaknya saya salah melihat tanggal kembalinya saya bersekolah. Waktu yang tertera di kertas adalah tanggal 13,  sementara saya sudah ada di asrama tanggal 11.

Orang-orang ya pasti nyebut saya pekok
Alhasil, 2 hari ini saya menjadi raja asrama, makan- makan sendiri, tidur-tidur sendiri, begadang juga cuma sendiri.
Pagi ini saya hanya sarapan semangkuk mie cup dan sekotak susu, anggap aja sedikit penghematan karena ga ada restoran lain yang buka.

Hari inipun, karena tak ada kerjaan saya berniat mengunjungi Giant dekat sekolah, jalan kaki 15 menit sudah sampai, dan semoga tempat itu sudah buka karena saya malas berjalan balik ke asrama.

Kemudian, setelah satu malam diamuk BBM sama ibunda, saya menikmati malam kesendirian saya sebagai raja asrama.
Ini bukan hal yang asing atau aneh bagi saya, ya, wong saya emang udah pendiam dari sananya, situasi ini sama saja, hanya volume suara berkurang drastis.

Eniwei kalo saya ga berburuakan siang, 3 jam lagi saya bakal makan pake mi cup lagi dan itu ga enak.

See ya, readers

Jumat, 09 Agustus 2013

Blood On a Vessel

Darah yang mengalir di nadi,
ketahuilah diri ini.

Jiwa, aku adalah dirimu,
Kesadaran, akulah dia,
Akal Sehat, aku dituntunnya,
Kemauan, aku digerakannya
Kesadaran, aku dimengertinya
Imajinasi, aku diimpikannya
Tangis, aku dikasihaninya
Tawa, aku dibahagiakannya


Jantungku Matahari
Lambungku Bumi
Mataku Phobos dan Deimos
Kepalaku Jupiter
Hatiku Bulan

Aku berjalan
Zeus memberiku arah
Tubuhku bergerak
Bahagia ini rasanya

Darah di nadi,
Mengalir di dalam.

Mengalir, Mengalir

Seperti pipa, mengalir

Aku, aku, aku
Dialiri, Dialiri

Kemudian pematik api itu

Mendidihkan darahku laksana magma yang meletus.

Anak Yang Terbuat Dari Angin

Melawan langit biru
Awan bagaikan kawanmu
Menyeka keringat
Angin Menghembusmu,

Anak Yang Terbuat Dari Angin
Kemana tujuanmu saat ini?
Liar seperti sungai
Kau taklukan Angkasa Raya

Engkaukah Elang?
Titisan Garudayana?

Anak Yang Terbuat Dari Langit
Anak Langit
Ingatlah tujuanmu pergi
Niscaya restu alam diberi

Selasa, 06 Agustus 2013

Home

Android tidak bisa bermimpi.
Tak akan, dan tidak akan pernah bisa,
sebagus apapun hardware dan processor yang mereka masukan,
robot tidak bisa bermimpi.

Sehingga, aku anggap kejadian kemarin malam itu hanyalah aliran pendek antar sirkuit jaringanku yang menyebabkan Motherboard memberiku informasi salah pada hubungan 'perintah' dan 'ingatan'

Secara mengejutkan, aku teringat pada diriku saat latihan, 10 tahun lalu di hutan hujan terakhir dunia, Amazon, Amerika.

Aku dan Profesor.
Ia adalah penciptaku, guruku, serta orangtuaku.

"Kau adalah Manusia, Mark."
"Kau adalah Manusia...."

kata-kata yang sama, berputar-putar didalam kepalaku, Profesor juga, berputar-putar bagaikan kain seprai yang tetiup angin. Kata-kata dan Profesor, langit yang berubah menjadi polkadot dan secara berkala berganti motif layaknya wallpaper tembok, daratan yang kuinjak, perlahan berubah menjadi Lego dan membentuk sebuah gedung menara.
Menara yang kukenal bentuknya adalah Pilar Tuhan, dibangun di alaska, menara itu merupakan brankas penyimpanan sejarah dunia.
Lukisan monalisa dan karya-karya Leonardo da Vinci,
Sakrofagus mumi Mesir,
Deklarasi kemerdekaan U.S.

Bahkan, DNA manusia terakhir...


"Marky! Marky!"
"Ada apa, nona?"

Alicia memandangku dengan khawatir, ah, apa ekspresiku seburuk itu?
Aku melakukan quick scan pada tubuhku, tidak ada kesalahan serius, kelihatannya aku hanya terlalu capek.
Setelah memastikan kondisiku sudah segar, aku bangkit.

"Kemana kita akan pergi?" tanya nona penasaran.
"Alaska," Jawabku, "Mari kita mengunjungi rumah kita yang baru."

selama bertahun-tahun, kujalani dunia tanpa tujuan, selama bertahun-tahun, aku pelajari manusia dari sisa peradaban mereka, bertahun-tahun kemudian, aku bertemu dengan manusia terakhir, nona Alicia, dan bertahun-tahun kemudian, kami baru menemukan tujuan kami sekarang.

Pada hari ulang tahun nona Alicia yang ke 35, kami sampai di tempat ini.
Alaska bukan lagi sebuah daratan besalju yang dulu kalian kenal, kini tempat itu merupakan sebuah Dunia air. dimana pulau-pulau karang yang bertahan dikelilingi oleh lautan.
di salah satu pulau raksasa itu, sebuah menara berdiri dengan tegak.
Sulit di percaya bahwa menara yang lebih tinggi daripada menara Dubai itu dibangun diatas karang.


"Kita sampai, nona,"
"Tinggi sekali ya,"

Menara ini tidak dipagar atau ditembok, 3 rangka kaki yang menyangganya mengingatkanku akan konstruksi roket pada masa pra-luar angkasa.
"Omong-omong apa benar ini rumah baru kita?"
"Untuk dapat memahami rumah, nona pertama kali harus belajar.
Tempat ini, akan menjadi media pembelajaran, sekaligus rumah bagi nona,
Karena nona adalah Manusia terakhir di bumi ini, nona harus mengerti apakah diri nona sendiri..."

lift terbuka...

dan kami masuk....



Jumat, 02 Agustus 2013

Pohon Kehidupan

Aku android terakhir di muka bumi.
Android terakhir, bersama manusia terakhir.
Nomor serialku, M-475K, Mark.

Dan gadis disampingku.... Seorang manusia. Seperti diriku, ia juga manusia terakhir di muka bumi ini.
Manusia terakhir berkelana bersama android terakhir. Dua eksistensi yang masih bertahan ditengah-tengah permukaan bumi yang hampir mati.
Terkadang, ada perasaan mengganjal pada diriku, mengapa harus ada 'sisa' dari apa yang seharusnya telah habis?
Berbagai buku telah kubaca, berbagai pengarang telah kupelajari ilmunya.

Manusia adalah makhluk yang kompleks, saking kompleksnya, mereka telah berkelana kedalam dimensi yang terlalu jauh untuk mereka.

Kisah Alice in Wonderland selalu menjadi visualisasi manusia, mereka menemukan seekor kelinci lucu yang berlari melalui pintu rahasia, manusia terus mengikuti kelinci itu untuk kemudian diadili atas rasa penasaran mereka.

Kucing akan mati karena rasa penasaran.


"Mark! Mark!" gadis itu menarik-narik lengan bajuku yang tengah me-maintenance sistem dalam tubuhku, omong-omong, aku harus memberinya nama, ia tidak bisa bebicara, tepatnya, ia tidak pernah diberi pendidikan berbahasa, entah apa yang terjadi padanya sebelum Hari Kiamat saat itu...

Untunglah proccessor ku sudah di upgrade ke tingkat 'Genius' dan memiliki tingkat keakuratan paling tinggi. dengan ini, aku bisa menebak apa yang ia inginkan.

Kemarin ia memperkenalkan namanya, Alicia. Seperti kisah yang baru saja kubicarakan, Alicia.

Alicia menunjuk-nunjuk pohon tempatku bersandar, kemudian ia menunjuk pohon-pohon lain, tempat kami saat ini telah berada di luar New York, kami berjalan menuju daratan baru, kami tak punya tujuan.

Kembali ke cerita, ia menunjuk-nunjuk pohon-pohon sekitar kami, serta rumput-rumput hijau di kaki kami.

"Apa ini?" tanyanya,
"Ini adalah tumbuhan, nona, mereka organisme hidup yang menciptakan makanan sendiri," jawabku
ia kelihatannya mengerti kata-kataku, aku makin penasaran mengapa ia tak bisa bicara,

"Warnanya aneh... tapi ketika mereka terkena cahaya, kelihatannya cantik sekali,"
"Memang begitulah, rahasia keindahan warna berasal dari bagaimana kau melihatnya," Mengutip kata-kata seorang seniman, aku menjawab pertanyaan nona.

Pohon ya...
Aku masih ingat masa-masa ketika aku pertama kali dioperasikan. Prototip Android terbaik, aku mendapat pelatihan di hutan, aku tak mengerti, untuk apa dilatih di hutan kalau nanti aku akan melayani manusia-manusia di hotel?

Saat itu aku masih baru, dan tak mengerti.
"Mark! Mark!" Alicia kembali menggoncang-goncang tubuhku, kali ini, ia menunjuk ke sebuah benda yang ada diatas pohon, benda bulat dengan warna merah elegan.
Aku mengambil buah pohon itu dan memberikannya pada nona, matanya berbinar-binar ketika menerimanya, dan ia memakan buah itu dengan lahap.

***
"Bukankah menyenangkan kalau kita bisa bersama seperti ini terus? seperti pohon raksasa dengan akar-akarnya yang saling merambat..."
Profesor merengangkan tangannya seakan-akan ia bisa terbang, jubah putihnya berkibar-kibar kala angin jurang bertiup.

"Inilah mengapa kau dilatih disini, Mark,"
Ia berpaling dan berjalan ke hadapanku.
"Kehidupan, adalah akar dari sebuah pohon raksasa, manusia, adalah buahnya. Kita semua terhubung, sebenarnya satu, namun layaknya buah jatuh, kita pula akan terpisah satu-persatu."

Ia menjelaskan dengan senyum damai di wajahnya seakan ia baru saja ayat pada kitab suci.
 "Mengapa aku diberitahu semua ini? Apakah ini catatan penting? Apa aku harus menyimpannya dalam RAM?"

Ia memegang pundakku,

"Simpanlah dalam hatimu... Kau adalah manusia kami, Mark..."

***
Aku terdiam.
Terdiam namun tidak men-setting diriku menjadi mode maintenance.
Nona Alicia bersandar disebelahku, matanya tertutup dengan damai.

Seperti pohon raksasa...

Mungkinkah akarnya nanti akan menuntun kami menuju tujuan kami?

Tujuan...

Apa kami memiliki itu?  

Sabtu, 27 Juli 2013

Kunang-Kunang Terakhir

Namaku Mark.
Robot humanoid abad 24 ciptaan manusia, prototip AI paling sukses yang pernah diciptakan manusia sepanjang sejarah.
Aku adalah penghuni terakhir dunia. Di tengah-tengah kekacauan seleksi alam yang tengah berlangsung, aku hanyalah langkah-langkah semu dari ciptaan yang hampir menyamai sebuah langkah manusia, ya, hampir menyamai.

Sementara, tidak jauh dariku, ada langkah-langkah lain, langkah-langkah yang lebih enerjik, lebih kuat, lebih lincah, dan lebih ceria.
Langkah-langkah yang berasal dari tubuh sesosok gadis, berambut panjang hitam, mengenakan gaun pantai tipis yang kini telah berdebu dan robek.
mulutnya terbuka, mengeluarkan tawa bahagia yang sama seperti yang kudengar 5 jam lalu.

"I see tree of green, la... la... red roses too, i see them blown, la.. la.. for me and you..."

Setiap langkahnya bagikan tarian, sang gadis mengikutiku sepanjang Highway yang bertahun-tahun lalu penuh dengan mobil berkecepatan mematikan, kini menjadi jalur mati.

"Mark! Mark!" seru gadis itu,
aku berbalik dan menjawab, "Ya, nona?"
"Ha ha ha! Mark!" ia hanya tertawa bahagia sambil memanggil namaku, kemudian berlari dan memelukku

"Mark!"

 Aku tidak tahu apa yang membuatnya mampu bertahan di tengah-tengah badai radiasi mematikan tersebut, tetapi bagaimanapun, ia menyimpan misteri yang besar.
Usianya 14 tahun, tetapi entah kenapa, kelakuannya seperti anak-anak. Aku kira perkembangan mental dewasanya tidak maksimal,
selain itu, tidak ada kata yang bisa dia ucapkan selain bernyanyi lagu What a Wonderful World. Dia tidak bisu, dia hanya baru belajar sedikit dari kata-kata yang ada.

Kami berjalan bersama semenjak hari itu, programku yang tidak dapat mengacuhkan seorang manusia menjadikannya tamu khusus bagiku. Aku menyediakannya tempat tidur, makanan, serta perlindungan, walau hanya itu saja yang bisa kuberikan padanya.

Ada suatu hari, dimana kami berjalan melalui padang rumput. Saat itu seperti biasa, gadis itu berjalan sambil menari, menyanyikan lagu Wonderful World
Ia tidak memperhatikan jalannya, dan ia jatuh terjerembab.
Aku terkejut, kudekati tempatnya jatuh, dan kubantu dia berdiri lagi.

Ia menangis, gaunnya kotor,
"Jangan menangis nona, akan kucarikan pakaian lain," aku mencoba menenangkannya, tetapi tidak berhasil.
Andaikan 'mereka' tidak keluar, mungkin aku harus membujuknya berkali-kali agar ia bisa berhenti menangis,
'mereka' adalah makhluk hidup berukuran kecil, serangga yang hidup di rerumputan, menggunakan cahaya untuk menarik pasangan jenis.

Kunang-kunang.

Bola mata gadis itu terarah pada kunang-kunang, air matanya berhenti mengalir, bahkan gantinya, aku melihat sebuah cemerlang di bola mata itu.
Sebuah cemerlang yang sama, pernah kulihat bertahun-tahun lalu, cemerlang yang tak bisa kucari di database manapun dalam memoriku, mungkin itu hanyalah error sesaat.

Tetapi, bagi sosok di hadapanku, yang kini bangkit dan kembali berjalan dengan kedua kakinya, matanya terpana pada sihir bimasakti mini itu.

Manusia tidak akan bisa lepas dari keindahan,
Layaknya manusia itu sendiri, indah,
Seperti karya sastra dalam buku-buku,
ataupun lukisan diatas kanvas.


Kunang-kunang itu adalah koloni yang pertama kali kulihat sejak aku berjalan mengelilingi dunia, mungkin... aku bisa kukatakan bahwa mereka adalah salah satu koloni seni maha agung yang terakhir. 

Rabu, 24 Juli 2013

Gadis Dibalik Debu

Berjalan di rongsokan besi, seorang robot humanoid berjalan gontai dengan peralatan-peralatan yang ia punya. Bajunya lusuh dan kecoklatan, hasilnya berjalan menembus badai debu selama bertahun-tahun, berbulan-bulan.
Sekilas matanya nampak menipu, mata biru bersih seakan mata manusia itu menyorot angkasa, dengan jelas mencerminkan setitik harapan. Harapan apa yang ia panjatkan?
Sebagai robot, ia tidak mengerti makna kesendirian, entah ia memiliki ultra proccessor dengan kecepatan 500 tera per detik, ia tidak pernah mengerti apa makna tulisan-tulisan sastra itu, ia tidak mengerti, kenapa mereka sendiri? Mengapa mereka kesepian? Mengapa mereka menangis bila orang yang dicintai pergi? Apa makna pertengkaran sepasang kekasih?
Sang robot kembali menyisir langit dengan dua lensa safirnya, bumi gelap gulita dengan jelas menunjukan alam langit dengan indahnya, virgo bersinar mengikuti kedua peliharaannya, bermain diantara padang bintang Hera.
Bintang utara bersinar paling terang, menunjukan arah bagi mereka yang tersesat. Seperti halnya para pelaut yang tersesat, Mark sendiri, tengah mencari jalannya, sebuah jalan tanpa tujuan, dan lebih lagi, tanpa arah.

Merasa cukup jauh berjalan, sang robot memutuskan untuk beristirahat.
Rerongsokan sebagai alas, ia menyandarkan diri, logika virtualnya mengatakan bahwa ini adalah posisi yang tidak mengenakan untuk manusia, tetapi ia berusaha mengacuhkannya.
Semenit-dua menit, ia hanya terduduk, dari jubah lusuhnya, ia ambil sebuah buku.
Hamlet karya Shakespare, edisi bahasa Jerman. Membuka lembaran yang ia tandai, ia kembali mencerna salah satu karya ras penciptanya yang kini tersisih dari seleksi alam.

"Huah!"

Sebuah suara mengejutkan Mark. Sebuah suara dari tumpukan barang rongsok yang jatuh di belakangnya.
Merasa penasaran, ia menyusur sampah-sampah di dekatnya, kearah suara tadi berasal.

Disana ia menemukan, sesosok gadis, dengan rok panjang putih yang kotor, terlihat jelas disana jejak-jejak perjalanan yang sama seperti yang dilalui sang robot,

Sang robot, perlahan keluar dari balik rongsokan,
Matanya beradu dengan sang gadis,
Dan sang gadis yang terbaring diantara debu, yang awalnya memasang wajah terkejut, kini beralih menjadi sebuah senyum yang manis.

Minggu, 14 Juli 2013

Akhir Liburan

4:46

Jam terakhir saya menikmati 3 minggu yang cepat ini, dan sebentar lagi, saya akan masuk ke sekolah berasrama, sekali lagi masuk kedalam sosialita, masuk kedalam pergaulan.
Jujur, sebenarnya saya jengkel, sekali lagi melihat orang-orang yang mengenal saya, sekali lagi bertemu orang-orang yang memandang saya dengan pandangan mereka.
Mereka bilang saya pendiam lah, lugu lah, penyendiri, ga mau berbaur.
Ya, maaf saja kalau saya hanya jadi orang yang kerjanya tiap hari mojok di kelas dengan hobi saya sendiri, sementara orang-orang normal di luar sana berbahagia dan ribut-ributan, ngobrol dengan senangnya.

Seperti yang saya post di Price of Sociality, tahun ajaran baru inipun saya harus membayar mahal dalam sosialitas, harga mahal sebagai orang yang berbeda, harga mahal sebagai orang yang melihat dunia dengan kacamata berbeda, sebuah dunia yang saya huni, yang penuh dengan warna kelabu, kemudian sebuah dunia yang saya impikan, yang saya dambakan. Dunia indah di atas kertas, atau di layar monitor sekalipun.
Bagi seorang pelarian seperti saya, ya, dunia itu adalah segalanya.

Bulan Juli... Tahun ajaran baru...
Aku menanti bertemu dengan Gadis Kecil...

Sabtu, 13 Juli 2013

Bumi yang Abu-Abu

Ini adalah dunia yang kecil.
Dunia kecil yang telah kehilangan cahaya serta kuasanya.
Gemerlapan cahaya laser atau suara gendang perayaan, tidak nampak lagi.
Wajah-wajah yang kusapa tiap hari sudah mati.
Tidak ada apa-apa lagi,
Hanya dunia abu-abu ini yang masih berdiri.



Bumi, 2XXX A.D
Angin panas mendesir melewati reruntuhan kota New York.
Dimanapun, yang kulihat sama saja, langit coklat gelap, gedung-gedung kaca yang hampir rubuh, mobil-mobil yang kosong dan hancur bertabrakan.
New York, yang pada waktu itu adalah sebuah metropolitan terbesar di dunia kini menjadi reruntuhan yang dililiti tanaman-tanaman serta aspalnya yang hancur akibat akar pohon yang menyembul keluar dari tanah.

Diriku, berjalan sendirian melalui reruntuhan-reruntuhan, di planet yang sudah kehilangan peradaban terbesarnya,
Manusia, sudah tidak ada.
Manusia sudah musnah,
Manusia, hanya merupakan bukti eksistensi masa lampau dengan ribuan kota di dunia sebagai buktinya.
Sementara aku?
Tidak, aku bukan manusia.

Aku hanyalah makhluk hidup yang diciptakan dari komponen genetik manusia. Kecerdasanku diinput lewat komputer, dan emosiku di rekayasa sedemikian rupa sehingga mirip manusia.
Mereka menyebut yang seperti aku, dengan nama 'Android'
M-457K. 'Mark' adalah namaku.
Dan aku pula, bisa dibilang 'Android' terakhir dari mereka semua yang akhirnya berhenti berfungsi.

Manusia memang sudah mati,
Radiasi Masiv Tidak Terlihat, 'sinar Ultraviolet' khusus yang diklaim mampu menyembuhkan kanker pada tubuh manusia, tidak berjalan seperti yang para penemunya inginkan. hanya dalam waktu 2 bulan, radiasi ini menyebar ke seluruh bumi dengan ganas, layaknya monster tidak nampak yang dilepas memangsa umat manusia dengan ganasnya.
Bumi dengan cepat jatuh ke dalam krisis dan pertikaian, tidak ada cara untuk menghentikan bencana ini, tidak ada pula cara untuk menyelamatkan diri bagi manusia.
Aku tidak ingat sudah berapa tahun lewat setelah aku melihat manusia terakhir mati mengenaskan dengan kanker hidup di sekujur tubuhnya...

Manusia sudah hilang, keberadaannya sudah musnah dari catatan alam semesta.
dan kini Bumi hanyalah sebuah planet mati, dengan catatan peradabannya, serta misteri kelam yang menyelubunginya.

Bertahun-tahun, bertahun-tahun
aku tidak pernah menemukan siapapun yang hidup.
hanya hewan-hewan buas, serta tanaman-tanaman yang kutemui,
kehidupan lain yang menapaki Bumi, mencari makan diantara mayat-mayat manusia.

Akankah ada kehidupan baru yang muncul?
Intelegensi baru yang berkembang dari makhluk-makhluk kecil ini, apakah mereka akan menguasai dunia?

Entah, siapa yang tahu.

Aku disini, hanyalah saksi terakhir dari perjalanan bumi ini.

Rabu, 10 Juli 2013

Gadis Kecil dan Lelaki Pemimpi

Aku punya sebuah kisah, kisah yang lama kubuat sejak pertama kali aku menjejakkan kaki di kehidupanku yang baru. Ada seorang lelaki, lelaki menyedihkan yang kerjanya hanya hidup. Hidup, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sementara bagian lain darinya hampir mati, bahkan sudah mati. Saat itu, ketika ia tidak bisa lagi melakukan apa yang dia sukai, dimana goresan pena hanya garis belaka yang tidak menarik. Semua hanya seperti itu, bersamaan dengan arus pelan, arus yang amat membosankan.

Saat itu adalah sebuah hari di tengah musim panas, dimana berpisah dari pendingin udara terasa amat sulit dan es krim adalah satu-satunya persediaan tangki pendingin dalam tubuh, Laki-laki itu, berjalan sendirian ke taman. Tidak ada apapun yang ingin dia lakukan, hanya jalan-jalan berkeliling, sebab ia sangat bosan.

Itu adalah pertemuannya dengan seorang gadis kecil.

Gadis Kecil... hanya itulah pangilannya, tidak ada nama yang dapat mengasumsikan tawa kanak-kanaknya itu, tidak ada yang bisa mencerminkan kesuciannya.
Gadis Kecil memiliki sayap. Sayap merpati pelangi yang indah, berlukiskan warna-warna yang saling berharmoni, membawa siapapun yang melihatnya terpaku akan keindahannya.

Sebuah kenangan musim panas, tercipta dari pertemuan lelaki itu dengan seorang Gadis Kecil. Sejak hari itu, Lelaki tersebut menegaskan pada dirinya bahwa musim panas tahun depan, ia akan bertemu kembali dengannya.

Musim panas akhirnya tiba satu tahun kemudian,
Tetapi tiada yang ia temukan di kursi taman musim panas itu,
Dan kemudian, musim panas tahun depan lagi
Tetap tidak ada yang duduk di kursi taman itu.



Hingga kemudian, Lelaki itu sadar
akan goresan pena di buku catatannya.
Perlahan ia merenung

ia terdiam

ia bersedekap pada dirinya sendiri

antara nyata dan palsu

antara ilusi dan kebenaran

Gadis Kecil, Gadis Kecil

masihkah engkau diluar sana?

Selasa, 09 Juli 2013

Sugar In The Morning

Pagi yang tenang di minggu terakhir liburan, setelah gagal nonton Sailor Moon, saya kemudian membuka laptop untuk sekadar browsing di internet, menghabiskan waktu yang tidak tahu saya gunakan untuk apalagi, "Liburan kok diam aja? lakuin sesuatu yang berguna dong!"  ya, kata-kata ortu saya selalu diulang-ulang bagai rekorder, maaf pah, bu, tapi saya bukan Spider-Man, bukan super hero yang nyelametin orang, apalagi yang bisa saya lakukan selain nulis blog dan pasang status facebook, dan download anime, dan...well you know...

Irama santai lagu jazz mengalur dari handphone saya, membuat pagi ini makin menyenangkan, masih segar rasanya kalau membayangkan liburan ini. Liburan yang terkesan agak membosankan, tetapi merupakan sebuah berkah, karena di hidup saya yang sudah menjejaki 'hard-mode' ini saya bisa bersantai tidur-tiduran sambil membiarkan imajinasi membawa saya entah kemana.

Rencana hari ini masih sama, ngehabisin waktu buat nonton kartun dan main game, ga ada yang khusus untuk dilakukan kecuali nanti kalau saya ingin menulis entri baru di blog ini. Ciao!

Senin, 08 Juli 2013

Price of Sociality

Post kedua akhirnya dibuka dengan sebuah gambar anime, mungkin saya sudah bilang kalau salah satu hobi saya adalah menonton anime-anime 2D buatan jepang, dimulai dari antusiasme saya pada animasi tersebut 3 tahun lalu, saya jadi mempunyai banyak teman di dunia maya, walaupun saat ini antusiasme saya mulai berkurang semenjak mulai kembali ke sosialita dan arus dunia maya yang... aneh...

anime diatas berjudul Yahari Ore no Seishun Love Comedy wa Machigatteru, berkisah seputar seorang anak SMA penyendiri, hampir tak punya bernama Hachiman Hikigaya. Pandangan nya tentang dunia dan sosial sangat berbeda dari kebanyakan, dimana contohnya, anak-anak seumurannya asik mengobrolkan tentang kehidupan mereka, ia hanya berasumsi bahwa mereka hanya pembohong dengan dunia kebohongan mereka sendiri.

Sekilas, anime ini agak mirip dengan Boku wa Tomodachi Ga Sukunai, dimana si protag cowok terdampar di klub bersama 2 cewek cantik yang juga member klub, tetapi apa yang menarik mata saya, adalah filosofi yang ada pada anime ini, terutama pada Hikigaya sendiri. Seorang yang sendiri, loner, tetapi mempunyai sebuah pemikiran luas. Pemikiran-pemikiran ini agaknya menggugah saya untuk terus mengikuti anime ini, (walaupun sampai saat ini, saya baru menonton 3 episode)

Sebagai orang yang penyendiri di sekolah saya, saya selalu berpikir, apa ada tempat bagiku di sosialita? Apakah salah bagiku untuk duduk diam di kursi meja belajar sementara anak-anak lain merencanakan liburan berkelompok mereka dengan wajah 'liburan-ini-bakal-seru' dan semacamnya?

Tahun pertama saya sekolah di SMA, mayoritas pemikiran saya adalah pada sosialisasi tersebut.
sosial, sosial, sosial, sosial, berbaur, berbaur, berbaur,
sedikit demi sedikit saya seakan menemukan 2 jalur berbeda. Sebuah jalur penuh gelombang, berisi orang banyak dengan segala hal mayoritas didalam mereka, serta sebuah jalur sepi dimana hanya beberapa orang ada disana, berjalan dengan apa yang mereka punya, hal yang amat langka.

Dan saya, entah kenapa, berada diantara dua jalur itu, selalu berpikir manakah yang baik atau yang salah, berpikir, apakah sosiality harus mengikuti sebuah gelombang keras, berpikir, apakah salah bila saya mengikuti gelombang yang pelan.

"Lebih baik kamu dibenci dirimu sendiri daripada kamu disukai karena menjadi orang lain."
-Kurt Cobain, (Nirvana)

 Apa yang salah, dan apa yang benar.
Dalam sosialisasi itu semua hanyalah garis batas semu yang tidak semestinya diatur sebagaimana hukum mengatur garis batas negara.
Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menjadi diri sendiri, apalagi diri sendiri yang dapat berkarya, berguna bagi orang lain, membuat sesuatu yang diakui, dan menjadi angin segar untuk dunia yang pengap ini.

Tidak masalah, apakah arus yang kau ambil adalah arus yang kencang, atau yang pelan.
jangan takut dari ancaman pihak seberang, mereka tak punya hak untuk mengesahkan garis semu itu, menjadikannya sebuah garis batas dan membuat tembok raksasa disana.

Karena apapun kamu, siapapun dirimu, janganlah takut akan sosialita, jadilah dirimu sendiri, lakukan apa yang dikatakan hatimu, karena walaupun engkau seorang manusia penyendiri, engkau pasti tetap mendapat jatah kebahagiaan di dunia ini.

"Ketika kalian saling menyalahkan orang lain, aku menempuh semua masalahku sendiri. Sekarang lihatlah, aku yang paling kuat."
-Hachiman Hikigaya



anyway, bonus

 

Appetizer

Ini udah beberapa tahun setelah gua bikin 2 blog sebelumnya yang... well... berujung gagal. Mungkin emang gua sebagai penulis yang niatnya masih setengah-setengah, atau nasib memang tidak menuntun saya untuk lebih banyak melakukan hal yang lebih baik di depan komputer selain flamming internet war atau download bokep sama anime, berbeda dengan blog-blog aneh itu yang kini udah jadi masa lalu, blog ini ga lebih ga kurang cuman sebagai 'diary' atau lebih jantannya, 'journal'.

kemudian, namanya, Everyday Menu, apa saya akan posting makanan disini?
kayanya ngga... well, mungkin suatu hari kalau saya bosan saya akan post makanan, tapi saya ga ada niat khusus buat bikin post tentang makanan. Setiap hari kita makan sesuatu, mengunyah, menelan, kemudian mencernanya. Sama kira-kira seperti jiwa kita, yang makan kejadian harian, kemudian mencerna menjadi sebuah pelajaran untuk kita sendiri. Makan adalah kegiatan basic manusia, kalau ga makan ya ga bakal bisa hidup, kalo jiwa kamu ga makan, jiwa bakal kelaparan, kemudian mati karena ga ada makanan.
Everyday Menu, adalah halaman cyber khusus berisikan catatan apa yang telah saya makan hari ini, tentang enak atau tidak, itu tergantung bagaimana jiwa saya mengecapnya.

cukuplah hidangan pembuka ini, saya sampaikan sampai sini saja, ini hanya halaman web kecil dari sekian banyaknya halaman-halaman raksasa lain yang ada di dunia, tetapi kiranya halaman ini akan berguna, setidaknya bagi diri sendiri.